OC
(Outcome) = Kepuasan Masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor ekstern yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Dalam aspek
pemerataan, tujuan dan sasaran pengembangan pendidikan harus diarahkan pada
upanya untuk meningkatnya daya tampung pada setiap jenjang satuan pendidikan,
dengan memberikan kesempatan kepada semua penduduk usia sekolah untuk
memperoleh pendidikan dengan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat yang
pluralistik yang disertai dengan tanggung jawab dalam memberikan konsekuensi
yang harus ditangguang pemerintah dan masyarakat.
Dalam
aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, harus dimulai dari upanya
dalam meningkatkan mutu kurikulum yang diarahkan pada:
1. Regulasi
tuntutan perubahan yang dinamis dan akseleratif, sehingga memberikaan makna
yang berarti bagi bekal kehidupan peserta didik di masa depan, baik berkenaan
dengan nilai-nilai relegius, bekal kecakapan hidup (life skiils), tata
pergaulan, budi pekerti, seni budaya lokal, kesehatan dan lingkungan hidup,
serta aspek-aspek pembentuk karakter kehidupan berangsa dan bernegara.
2. Meghilangkan
kesenjangan tingkat pendidikan dan kesempatan berkiprah dalam memperoleh
layanan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.
3. Meningkatnya
daya nalar, apresiasi dan kemempuan belajar pesrta didik pada setiap jenjang
pendidikan terhadap setiap mengikuti tuntutan kurikulum pendidikan.
4. Meningkatkan
wawasan pengetahuan, apresiasi, dan kemampuan tehnis manajerial para satuan
pendidkan, pengurus komite sekolah(masyarakat)/dewan sekolah, tata usaha, serta
pengawas sekolah, baik yang menyangkut bidang garapan sekolah, maupun proses
manajemen yang sesuai dengan karakteristik kelembagan sekolah.
5. Meningkatkan
fungsi dan peran pelayanan perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah, dan
sarana berlatih lainya sebagai media/sumber belajar dan pembelajaran peserta
didik.
6.
OP
(Output) = Keluaran (Hasil)
Dalam
kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa
memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil ahkhir. Bagi indonesia
telah diterpkan dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional secara umum, yakni
pendidikan nasional pancasila.
Pada
Undang-Undang pendidikan dan pengajaran RI No. 12/1954, Bab II Pasal 3
menyebutkan tentang tujuan pendidikan dan pengajaran “tujuan pendidikan dan
pengajaran ialah membentuk susila yang cakap dan waega negara yang demokratis
serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”
Dari
rumusan tujuan tersebut dapat diberikan penjelasan secara rinci, bahwa prinsip
untuk membentuk manusia atau warga negara memiliki kriteria sebagai berikut:
a.
Susila : berbudi luhur, tenggang rasa, takwa pada
tuhan YMH, mempertinggi budi pekerti.
b.
Cakap : memiliki
pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan dapat mengenbangkan kreativitas.
c.
Sosial : sikap demokratis, mencintai sesama
manusia, mempertebal semangat
kebangsaan.
Untuk
lebih tepatnya tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah ingin membentuk
manusia yang pancasilais dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Takwa
kepada Yuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani maupun rohani
2) Memiliki
pengetahuan dan keterampilan
3) Dapat
mengembangkan kreativitas dan penuh tanggung jawab
4) Dapat
menyuburkan sikap demokratis, penuh tenggang rasa dan saling hormat menghormati
5) Dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur dan
susila
6) Memiliki
semangat kebangsaan dan mencintai tanah airnya
7) Mencintai
sesama manusia dan selalu berusaha menggalang persatuan
8) Dapat
membangun dirinya sendiri dan memperhatikan pembangunan masyarakat pada umumnya
Di samping itu banyak
juga disebut-sebut bahwa tujuan ahhir pendidikan itu pada hakekatnya adalah memanusiakan manusia, atau mengantarkan
anak didik untuk dapat menemukan jati dirinya. Memanusiakan, berarti ingin
menempatkan manusia-manusia Indonesia Indonesia sesuai dengan proporsi dan
hakekat kemanusian.
Agar manusia menemukan
jati dirinya, maksudnya agar setiap individu manusia itu menyadari dan memahami
”siapa dirinya”, “mengapa dia diadakan di dunia ini” dan “harus kemana
nantinya”. Konsepsi seperti ini sangat penting sebagai landasan filosofis dan
dasar motivasi untuk maelakukan aktivitas belajar mengajar. Sebab manusia
belajar harus juga terarah pada pembentukan diri menusia agar dapat menemukan
kemanusiaan dan menemukan jati dirinya sendiri.
P (Process) = Proses
Belajar Mengajar/PBM
A. Makna
Belajar
Belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learing is defined as the modification or streng-theing
of behavior throungh experiencing). Menurit pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan
kelakuan.
Untuk
melengkapi pengertian mengenai makna belajar, perlu kiranya dikemukakan
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas belajar. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang penting untuk kita
ketahui, antara lain:
1. Belajar
pada hakekatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
2. Belajar
memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri, para siswa.
3. Belajar
akan lebih baik dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi
dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau interinsic
motivation,
lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan
menderita.
4. Belajar
melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina
sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, bila dibandingkan dengan belajar
hafalan saja.
5. Bahan
pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari,
daripada bahan yang kurang bermakna. (Sadirman, 2010:24)
Bila
terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini
kiranya dapat kita pahami, karena ada yang belajar sudah barang tentu ada yang
mengajarnya, dan begitu pula sebalaiknya bila ada yang mengajar tentu ada yang
belajar. Bila sudah terjadi suatu proses/saling berinteraksi, antara yang
mengajar dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik,
sebab secara sengaja atau tidak disengaja, masing-masing berada dalam suasana belajar. Jadi guru walaupun
dikatakan mengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar.
Perlu
kita ingat bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses
belajar-mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari.
Dari proses belajar-mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya
disebut dengan hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau
hasil belajar. Akan tetapi agar memperoleh hasil pembelajaran yang optimal,
maka proses belajar-mengajar haruslah dilakukan dengan sadar dan sengaja serta
terorganisasi secara baik.
Ciri-ciri
perubahan dalam pengertian belajar menurut Slameto (1987) meliputi:
1. Perubahan
yanga terjadi secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya berambah,
sikapnya berubah, kecakapannya bertambah.
2. Perubahan
dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
3. Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu
hanya sesaat, seperti berkeringat, bersin, dan lain-lain.
5. Perubahan
dalam belajar bertujuan dan terarah.
6. Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian tertentu secara
parsial.
Perubahan
tingkah laku pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas dan usaha guru melalui kegiatan mengajar.
Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang
dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh peubahan dan
pengembngan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaann) dan knowledge
(pengetahuan).
B. Tujuan Belajar
Dalam
proses belajar mengajar tentu ada usaha
pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan atau
kondisi belajar yang kondusif. Hal ini erat hubungannya dengan mengajar.
Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar.
Mengenai
tujuan-tujuan itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan
belajar yang ixsplisit dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan
dengan instructional effecs, yang
biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Secara umum maka tujuan belajar
ada tiga jenis:
1. Untuk
mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan
kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikiran yang tidak
dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan
berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya
napengetahuan.
2. Penanaman
konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan
konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang
bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan
yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan
gerak/penampilam dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan
masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya,
tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-perseolan penghayatan, dan
keterampilan berpikirserta kretivitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu
masalah atau konsep.
3. Pembentukan
sikap
Dalam menumbuhkan sikap
mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru lebih bijak dan hati-hati dalam
pendekatanya. Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan
terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer
of values. Oleh karena itu,guru tidak sekedar “mangajar”, tetapi
betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak
didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilaiitu, anak didik/siswa akan tumbuh
kesadaran dan kemanpuannya, untuk mempraktikkan segala sesuatu yang sudah
dipelajarinya.
I (Input) = Masukan
Fakta menunjukkan bahwa keinginan
dan harapan dalam penyelenggaraan pendidikan didaerah sangat tinggi, namun
masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Permasalahan mendasar yang perlu
dibenahi dapat dinyatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan sasaran yang
sangat besar dan multistratum.
Dengan kata lain, bidang garapan
pendidikan melebihi garapan pendidikan sekolah dengan latar belakang dan segmen
peserta didik yang beragam. Problema-problema pokok dalam aspek mansjerial
ketiga jenis lembaga pendidikan tersebut berkaitan dengan:
Pertama,
belum adanya spesifikasi dan standardinasi peserta didik, kurikulum, ketenagaan
(kepala sekolah, guru, pustakawan, laboran, tata usaha sekolah, dan tenaga
kependidikan lainnya), media dan sumber belajar, pembiayaan, dan model-model
proses pembelajaran, serta tata hubungan dengan masyarakat.
Kedua,
Perencanaan pendidikan masih bersifat
terpusat dan belum konprehensif. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya
kapasitas pemahaman, aspresiasi dan keterampilan dari aparat pemerintah dan
masyarakat tentang karakteristik kelembagaan pendidikan SBI.
Ketiga, walaupun pemerintah daerah telah memberikan
kelelusaan penuh dalam manajemen pendidikan kepada setiap satuan pendidikan,
namun belum disertai dengan perangkat sistem dan aturan pelaksanaan yang
memadai. Sehingga otoritas dan kewenangan
dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,
pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan serta evaluasi program pendidikan masih
dianggap tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertikal.(DR Yoyon
Bahtiar Irianto, M.Pd, 2011:7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar