Minggu, 30 Agustus 2015

Proses Belajar Mengajar

OC (Outcome) = Kepuasan Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Dalam aspek pemerataan, tujuan dan sasaran pengembangan pendidikan harus diarahkan pada upanya untuk meningkatnya daya tampung pada setiap jenjang satuan pendidikan, dengan memberikan kesempatan kepada semua penduduk usia sekolah untuk memperoleh pendidikan dengan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat yang pluralistik yang disertai dengan tanggung jawab dalam memberikan konsekuensi yang harus ditangguang pemerintah dan masyarakat.
Dalam aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, harus dimulai dari upanya dalam meningkatkan mutu kurikulum yang diarahkan pada:
1.     Regulasi tuntutan perubahan yang dinamis dan akseleratif, sehingga memberikaan makna yang berarti bagi bekal kehidupan peserta didik di masa depan, baik berkenaan dengan nilai-nilai relegius, bekal kecakapan hidup (life skiils), tata pergaulan, budi pekerti, seni budaya lokal, kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter kehidupan berangsa dan bernegara.
2.     Meghilangkan kesenjangan tingkat pendidikan dan kesempatan berkiprah dalam memperoleh layanan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.
3.     Meningkatnya daya nalar, apresiasi dan kemempuan belajar pesrta didik pada setiap jenjang pendidikan terhadap setiap mengikuti tuntutan kurikulum pendidikan.
4.     Meningkatkan wawasan pengetahuan, apresiasi, dan kemampuan tehnis manajerial para satuan pendidkan, pengurus komite sekolah(masyarakat)/dewan sekolah, tata usaha, serta pengawas sekolah, baik yang menyangkut bidang garapan sekolah, maupun proses manajemen yang sesuai dengan karakteristik kelembagan sekolah.
5.     Meningkatkan fungsi dan peran pelayanan perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah, dan sarana berlatih lainya sebagai media/sumber belajar dan pembelajaran peserta didik.
6.      
OP (Output) = Keluaran (Hasil)
Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil ahkhir. Bagi indonesia telah diterpkan dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional secara umum, yakni pendidikan nasional pancasila.
Pada Undang-Undang pendidikan dan pengajaran RI No. 12/1954, Bab II Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan dan pengajaran “tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk susila yang cakap dan waega negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air” 
Dari rumusan tujuan tersebut dapat diberikan penjelasan secara rinci, bahwa prinsip untuk membentuk manusia atau warga negara memiliki kriteria sebagai berikut:
a.          Susila  : berbudi luhur, tenggang rasa, takwa pada tuhan YMH,   mempertinggi budi pekerti.
b.         Cakap : memiliki pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan dapat mengenbangkan kreativitas.
c.          Sosial : sikap demokratis, mencintai sesama manusia,  mempertebal semangat kebangsaan.
Untuk lebih tepatnya tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah ingin membentuk manusia yang pancasilais dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)    Takwa kepada Yuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani maupun rohani
2)    Memiliki pengetahuan dan keterampilan
3)    Dapat mengembangkan kreativitas dan penuh tanggung jawab
4)    Dapat menyuburkan sikap demokratis, penuh tenggang rasa dan saling hormat menghormati
5)    Dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur dan susila
6)    Memiliki semangat kebangsaan dan mencintai tanah airnya
7)    Mencintai sesama manusia dan selalu berusaha menggalang persatuan
8)    Dapat membangun dirinya sendiri dan memperhatikan pembangunan masyarakat pada umumnya
Di samping itu banyak juga disebut-sebut bahwa tujuan ahhir pendidikan itu pada hakekatnya adalah memanusiakan manusia, atau mengantarkan anak didik untuk dapat menemukan jati dirinya. Memanusiakan, berarti ingin menempatkan manusia-manusia Indonesia Indonesia sesuai dengan proporsi dan hakekat kemanusian.
Agar manusia menemukan jati dirinya, maksudnya agar setiap individu manusia itu menyadari dan memahami ”siapa dirinya”, “mengapa dia diadakan di dunia ini” dan “harus kemana nantinya”. Konsepsi seperti ini sangat penting sebagai landasan filosofis dan dasar motivasi untuk maelakukan aktivitas belajar mengajar. Sebab manusia belajar harus juga terarah pada pembentukan diri menusia agar dapat menemukan kemanusiaan dan menemukan jati dirinya sendiri.

P (Process) = Proses Belajar Mengajar/PBM
A.   Makna Belajar
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learing is defined as the modification or streng-theing of behavior throungh experiencing). Menurit pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Untuk melengkapi pengertian mengenai makna belajar, perlu kiranya dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas belajar. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang penting untuk kita ketahui, antara lain:
1.     Belajar pada hakekatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
2.     Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri, para siswa.
3.     Belajar akan lebih baik dan efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama motivasi dalam/dasar kebutuhan/kesadaran atau interinsic  motivation, lain halnya belajar dengan rasa takut atau dibarengi dengan rasa tertekan dan menderita.
4.     Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.
5.     Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna. (Sadirman, 2010:24)
Bila terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya dapat kita pahami, karena ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan begitu pula sebalaiknya bila ada yang mengajar tentu ada yang belajar. Bila sudah terjadi suatu proses/saling berinteraksi, antara yang mengajar dengan yang belajar, sebenarnya berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak disengaja, masing-masing  berada dalam suasana belajar. Jadi guru walaupun dikatakan mengajar, sebenarnya secara tidak langsung juga melakukan belajar.
Perlu kita ingat bahwa setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses belajar-mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak disadari. Dari proses belajar-mengajar ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umumnya disebut dengan hasil pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Akan tetapi agar memperoleh hasil pembelajaran yang optimal, maka proses belajar-mengajar haruslah dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi secara baik.
Ciri-ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Slameto (1987) meliputi:
1.     Perubahan yanga terjadi secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya berambah, sikapnya berubah, kecakapannya bertambah.
2.     Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
3.     Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
4.     Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat, seperti berkeringat, bersin, dan lain-lain.
5.     Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.
6.     Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian tertentu secara parsial.
Perubahan tingkah laku pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas    dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh peubahan dan pengembngan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaann) dan knowledge (pengetahuan).
      B. Tujuan Belajar
Dalam proses  belajar mengajar tentu ada usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan atau kondisi belajar yang kondusif. Hal ini erat hubungannya dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Mengenai tujuan-tujuan itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang ixsplisit dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effecs, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Secara umum maka tujuan belajar ada tiga jenis:
1.     Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikiran yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya napengetahuan.


2.     Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilam dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-perseolan penghayatan, dan keterampilan berpikirserta kretivitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3.     Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatanya. Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu,guru tidak sekedar “mangajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilaiitu, anak didik/siswa akan tumbuh kesadaran dan kemanpuannya, untuk mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya.





I (Input) = Masukan
Fakta menunjukkan bahwa keinginan dan harapan dalam penyelenggaraan pendidikan didaerah sangat tinggi, namun masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Permasalahan mendasar yang perlu dibenahi dapat dinyatakan bahwa manajemen pendidikan merupakan sasaran yang sangat besar dan multistratum.
Dengan kata lain, bidang garapan pendidikan melebihi garapan pendidikan sekolah dengan latar belakang dan segmen peserta didik yang beragam. Problema-problema pokok dalam aspek mansjerial ketiga jenis lembaga pendidikan tersebut berkaitan dengan:
Pertama, belum adanya spesifikasi dan standardinasi peserta didik, kurikulum, ketenagaan (kepala sekolah, guru, pustakawan, laboran, tata usaha sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya), media dan sumber belajar, pembiayaan, dan model-model proses pembelajaran, serta tata hubungan dengan masyarakat.
Kedua,   Perencanaan pendidikan masih bersifat terpusat dan belum konprehensif. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya kapasitas pemahaman, aspresiasi dan keterampilan dari aparat pemerintah dan masyarakat tentang karakteristik kelembagaan pendidikan SBI.
Ketiga,    walaupun pemerintah daerah telah memberikan kelelusaan penuh dalam manajemen pendidikan kepada setiap satuan pendidikan, namun belum disertai dengan perangkat sistem dan aturan pelaksanaan yang memadai. Sehingga otoritas dan kewenangan  dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan serta evaluasi program pendidikan masih dianggap tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertikal.(DR Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd, 2011:7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar