CHAPTER REPORT FILSAFAT: METAFISIKA
(HAL ADA DAN YANG ADA)
BUKU
PENGANTAR FILSAFAT
Sistematika
Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu
(efistimologi),
Metafisika dan Filsafat Manusia Akseologi.
Oleh
:Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramiharja, Psi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Tinjauan
Umum Dan Identitas Chapter
Metafisika adalah bagian Filsafat
yang membahas hakikat “ada” dan “yang ada”, hal “yang ada” dibahas dalam
metafisika umum yang disebut dengan ontology, sedangkan “yang ada” merupakan
perbincangan filsafat yang tergolong dalam metafisika khusus.
Chapter Report ini berhubungan
dengan tema “hal ada dan yang ada” dan apa arti ada, dalam kalimat tersebut
menunjuk pada pengertian yang sama atau tidak dengan ada yang lain? Misalnya,
seorang mahasiswa yang hadir saat perkuliahan jadi ontology mempersoalkan
adanya sesuatu yang ada, sedang metafisika khusus mempersoalkan yang ada.
Dipandang dari sudut logika, apakah
ada itu? Pertanyaan tersebut tidak mungkin
mendapatkan jawaban karena dalam batasan atau definisi harus terdapat
pengertian yang lebih tinggi (genus
proximum) dan ciri khas terhadap yang didefinisikan (differentiae specificae,khusus, particular, khas dan specific).
1.2.
Identitas Chapter
Sebagai
bahan referensi dan identitas dari buku yang akan penulis uraikan dalam laporan
Chapter ini merupakan salah satu chapter yang ada dalam buku Pengantar Filsafat
(Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi),
Metafisika dan Filsafat Manusia ( Akseologi) yang ditulis oleh Prof. Dr.
Sutardjo A. Wiramihardja, Psi.
Buku ini terdiri dari 6 bab yaitu :
Bab.I.Pengertian Dasar, Bab. II. Permasalahan Filsafat, Sistematika Filsafat
atau Filsafat Sistematis, Bab. III. Sejarah Filsafat, Bab. IV.Epistimologi atau
filsafat Ilmu, Bab.V. Metafisika
(Hal ada dan yang ada), Bab. VI.Akseologi, buku ini menjelaskan tentang
berbagai pengetahuan mengenai filsafat untuk kepentingan berbagai pihak
terutama bagi dunia pendidikan.
Chapter Report yang akan dibahas dalam laporan ini
adalah, chapter V. Metafisika (hal ada dan yang ada) halaman 131 sampai dengan
halaman 145, laporan Chapter ini dikaji sebagai pengembangan pengetahuan
penulis dalam memahami bagaimanakah metafisika dalam khasanah pengetahuan
keilmuan dan pendidikan yang merupakan bagian dari filsafat secara terperinci
dan ilmiah.
1.3.Pokok
Bahasan
Setelah
mengidentifikasi buku yang akan dilaporkan ini, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang berkaitan dengan metafisika, berikut ini adalah beberapa
pokok pembahasan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu
:
1. Masalah
yang berkaitan dengan pokok filsafat manusia.
2. Berbagai
aliran (mazhab) dalam antropologi filsafat, seperti :
a. Idialisme
b. Materialisme
c. Positivisme
d. Vitalisme
1.4.
Tujuan
Tujuan umum penulisan laporan
chapter ini adalah sebagai tugas mata kuliah Filsafat, adapun tujuan khususnya
adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam kajian teoritis berdasarkan
literature mengenai filsafat khususnya mengenai Metafisika, pemahaman dalam
pembahasan ini diharapkan akan meningkatkan daya analisis dan sintesis mahasiswa sehingga memahami bagaimanakah
metafisika (hal ada dan yang ada). Selanjutnya pembahasan akan dibahas pada Bab.II
dan diakhiri dengan kesimpulan pada Bab. III.
BAB.
II
DESKRIPSI ISI CHAPTER
METAFISIKA (HAL ADA DAN YANG ADA)
Menurut
“Craig” metafisika adalah daerah
filsafat yang luas yang menampilkan dua tipe pertanyaan. Tipe tujuan pertama
adalah yang paling umum yang menyangkut realitas pertanyaannya, “apakah
prinsip-prinsip yang dipakai untuk segala hal berlaku pula untuk setiap hal
yang ada?”.Tipe pertanyaan kedua berupaya untuk mengungkapkan “apakah yang
menjadi ciri utama kenyataan?Hal ini sering mengakibatkan pertentangan dengan
kehidupan dunia sehari-hari. Dapat
penulis pahami bahwa metafisika adalah bagian dari filsafat yang membahas
hakikat “ada” dan”yang ada”. Hal “ada” dibahas dalam metafisika umum yang
disebut ontology, sedangkan “ yang ada” merupakan perbincangan filsafat yang
tergolong dalam metafisika.
Menurut Craig ada 2 jenis metafisika, yaitu metafisika umum (general metaphysics) atau ontology dan
metafisika khusus (specific metaphysics),
metafisika umum merupakan setiap usaha, baik yang bersangkutan dengan dirinya
sendiri (itself using) maupun
investigasi, konsep tentang mengada dan eksistensi. Metafisika khusus adalah
metafisika yang timbul dalam referensi untuk masalah yang khusus. Masalah ada
karena tidak dapat didefinisikan, dikenali melalui metafisika khusus atau yang ada. Cara berfikirnya boleh jadi
untuk mengenal Tuhan, yaitu melalui penciptaan-Nya.
“Langeveld”
membagi metafisika khusus menjadi beberapa bagian filsafat yakni :
1. Kosmologia
atau filsafat alam yaitu bagian filsafat yang membicarakan hakikat alam dan
segala hal yang merupakan bagian yang ada didalamnya kecuali manusia.
2. Antropologia
atau filsafat Manusia yaitu bagian filsafat yang membicarakan tentang hakikat
manusia.
3. Theodecea
atau filsafat Tuhan dan ketuhanan yaitu bagian filsafat yang membicarakan asal
mulanya keberadaan Tuhan sampai pengabdian terhadap Tuhan.
Sistematika
filsafat antropologi telah lama dimulai, misalnya oleh Max Scheller dan Martin
Buber yang menyatakan ada tiga hubungan manusia yang pokok yaitu:
-
Hubungan
manusia dengan alam semesta dan semua benda
-
Hubungan sesama manusia dengan manusia
-
Hubungan manusia dengan sesuatu yang
mutlak, misalnya Tuhan.
A.
Masalah-masalah
Pokok Filsafat Manusia
Menurut
Max Scheller dan Martin Buber ada beberapa pokok
filsafat manusia yakni:
1. Apakah
manusia itu menghubungi benda atas dasar nilai kegunaan atau nilai keindahan,
atau nilai lainnya?
2. Apakah
manusia memandang dirinya sebagai hasil suatu evolusi ataukah ia memandang
dirinya memiliki perbedaan hakiki dengan hewan?
3. Apakah
perbedaan hakiki manusia dengan hewan?
4. Apakah
hanya manusia saja yang berpikir, malu, sedih, menemukan sesuatu, memiliki
keinginan bebas dan berkemauan bebas?.
5. Apakah
manusia memandang manusia lain sebagai objek atau sebagai subjek individu atau
kelompok.
6. Apakah
manusia merupakan makhluk yang tunduk
pada hak-hak kosmos pada instansi yang lebih tinggi, Tuhan, Ketuhanan, ataukah
ia bersifat otonom (otonom x heteronom).
7. Apakah
tujuan hidup manusia? Apakah manusia sebagai makhluk yang senantiasa menjadi
“warden”, yaitu mengaktualisasikan diri selama kehidupannya? Lalu apa makna
kematian menurut manusia.
Martin Buber
dalam bukunya “das problem des menschen”
mengemukakan bahwa pada abad ke 20 banyak masalah yang berkaitan dengan manusia
sosiokultural, menurut
pemikirannya antara lain
:
1. Dunia
Teknik berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam pada abad
ke-19 ketergantungan manusia pada mesin dan ketidak berdayaan manusia ketika
alat atau mesin yang kita gunakan rusak.
2. Dunia
Ekonomi tidak menunjukkan adanya keseimbangan antara produksi, konsumsi dan
distribusi.
3. Dunia
politik tidak dapat dikuasai (dunia kompromi) politik berubah makna dari upaya
memberikan kesejahteraan kepada masyarakat menjadi upaya untuk menguasai
dan memberdayakan orang lain demi
kepentingan politik atau golongan penguasa.
B.
Berbagai
Aliran (Mazhab) dalam Antropologi Filsafati.
Antropologi Falsafiah berbeda dengan
antropologi ilmiah, antropologi ilmiah meliputi antropologi fisikal, sosial,
dan kultural yang mempersoalkan data empiris tertentu sesuai dengan jenisnya
seperti data empiris fisikal, data empiris sosial dan data empiris kultural.
Antropologi Falsafiah berusaha
menyingkap hakikat manusia sebagai keseluruhan dan sebagai totalitas dalam
bentuk hakikatnya, dengan tidak menyampingkan data empiris tentang manusia,
antropologi filsafati mengikuti dengan seksama pertautan ilmu-ilmu empiris
tentang manusia.Penyadaran tentang hakikat manusia dapat mempengaruhi penafsiran
data empiris tersebut. Menurut Martin Buber
Metafisika terdiri dari 2 yaitu :
1. Metafisika
Umum (general methapysics)
2. Metafisika
Khusus (specific methapysics), dan
metafisika khusus terdiri dari tiga yakni:
a. Kosmologia
merupakan bagian metafisika khusus yang membicarakan tentang hakikat alam
semesta.
b. Antropologia
merupakan bagian yang membicarakan masalah hakikat manusia.
c. Teologia/theodecege
merupakan bagian metafisika khusus yang membicarakan hakikat Tuhan
Sebagai disiplin filsafati E.Wolff mengajukan kosmologia rasional
sebagai cabang yang disebut metafisika khusus, yaitu cabang yang memberikan gambaran umum univers fisikal yang dikenal secara apriori. Theodecae
(theodicy)
membicarakan mengenai kebaikan,
keadilan, kebijaksanaan, serta kesucian lainya yang tidak tertandingi, ada 3
mazhab utama yang secara mendasar membicarakan hakikat manusia yaitu, Idialisme, Materialisme dan Vitalisme,
berikut diuraikan mengenai ketiga mazhab tersebut :
1.
Idialisme
Menurut Plato,
idealisme memandang roh sebagai
kenyataan sejati, idealisme disebut
juga dengan spiritualisme, manusia
sebagai makhluk rohani disebut juga sebagai makhluk rasional (animal rationale). Manusia sebagai
makhluk berbudi atau rohani yang berbudaya.
Seperti dunia norma atau nilai dan roh
yang meliputi norma-norma itu menunjukkan aspek-aspek rasionalitas ,estetis dan
relegius sehingga dikenal idealism rasional, idealismetis, idealism estetis
dan idealism religious. Idealisme rasional adalah kesanggupan untuk berpikir. Aristoteles (380-322 SM) menggolongkan
jiwa Vegetatif, animal dan human
kedalam jiwa manusia. Sedangkan menurut Descartes
(1596-1650), “cogito engo sum” yang
berarti bahwa hakikat saya sebagai manusia adalah berpikir.Menurut Hegel (1770-1831) arti, makna atau nous
bukanlah sesuatu yang dimiliki tiap-tiap manusia, tapi manusia menjadi alat
nous yang meliputi seluruh alam semesta. Idelisme
estetis memandang perasaan sebagai hakikat manusia. Menurut Plato
(427-347 SM) manusia dengan erosnya senantiasa menuju pada idea-idea yang
bersifat rohani sedangkan Agustinus (354-430)
memandang tuhan sebagai roh yang menciptakan idea-idea tersebut.
2.
Materialisme
Ludwig feueurbach mengemukakan
pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku adagium, artinya
terimalah dunia yang ada, bila menolak agama/ metafisika.Aliran materilisme
membatasi kenyataan sejati pada dunia materi.Segala sesuatu, yaitu kehidupan
jiwa dan roh dikembalikan pada materi.
Menurut August Comte, orang harus memandang
pandangan itu sebagai materialism apabila yang lebih luhur, yakni lebih
kompleks dijabarkan daripada yang lebih
rendah atau bersahaja. Pandangan Demokritos sebagai ahli filsafat
tergolong pandangan yang pertama dalam materialisme yang menggambarkan sifat
mekanistis dan deterministis.Deterministis adalah aliran berpikir yang
berpendapat, bahwa segala sesuatu itu telah dan dapat ditentukan sebelumnya,
oleh karena itu pada determinisme tidak ada kemungkinan tetapi yang ada adalah
suatu keharusan.
Holbach (1715-1771) dalam “ systeme dela nature” (susunan alam),
menolak dualismDescartes dan menuntut materialisme,
kenyataan material adalah yang bergerak, ia mengemukakan bahwa manusia juga
merupakan bagian dari mekanisme yang ada dalam system ini, ia juga menyatakan
tidak ada tempat bagi tuhan, kehidupan berada dalam wujud yang bebas serta
nilai kesusilaan, pendapat ini tentu dalam pandangan modern sangat bertentangan
dengan tata nilai dan norma keagamaan terutama dikaitkan dengan nilai relegius
yang berkembang, namun pendapat tersebut sah-sah saja jika dikaitkan dengan
pembicaraan filsafat.
Jacob Mollescholt (1822-1893) seorang
tokoh materialisme ilmiah yang
populer untuk adad ke-19, pendapatnya “ohnephosphor
keine gedenken” yang bermakna bahwa kita tidak akan dapat berpikir tanpa
otak, dianggap sangat ilmiah dan masuk akal dalam kaidah filsafat.
3.
Positivisme
Ada
beberapa pengertian positivism yang
pertama Positivisme legal ialah suatu
teori bahwa hukum negara berdasarkan pada keinginan pemilik kekuasaan tersebut,
bahwa legeslasi dan pengawasan
otoritas atas keputusan yudisial.
Kedua positivisme moral atau positivism moral teologis, yang dikenal
dengan nama Voluntarisme Theologis,
yakni teori yang mengemukakan bahwa perintah arbitrer tuhan melakukan
tindakan-tindakan tertentu tentang benar dan salah, ketiga Filsafat Postitivisme dimulai dengan Auguste Comte dengan filsafat positif dan positivism yang berhasil merancang
pandangan modern tentang kehidupan dan ilmu serta penolakan supertisi, religi dan metafisika sebagai bentuk pikiran
pra-ilmiah.Salah satu yang berorientasi pada ilmu pengetahuan alam, tetapi menolak
metafisika, yaitu positivism sebagaimana di kemukakan ole August Comte
hendaknya kita memandang gejala itu sebagai sesuatu yang tunduk pada hukum
alamiah yang menetap atau yang mutlak
4.
Vitalisme
Vitalisme adalah aliran metafisika yang
mengharuskan daerah ontis dunia organis (alam hidup) yang memandang kehidupan
sebagai kenyataan sejati satu-satunya. Vitalisme secara umum diartikan sebagai pandangan bahwa pemahaman terhadap kehidupan
menuntut keterangan dasar yang menyangkut perbedaan substansi dan kekuatan-kekuatan
yang dkenal dalam ilmu-ilmu fisik terhadap kekuatan hidup yang khusus.
Nietzche (1844-1900) pernah disebut
sebagai bapak vitalisme, menurut Nietzche kenyataan sejati adalah
kehidupan, jika menurut Schopenhauer
untuk mencapai kebahagian orang harus meniadakan nafsunya, hendaknya menerima
kenyataan dan meniadakan dorongan hidup hal ini disebut dengan amorfati, yakni
kerinduan terhadap hasil.Pada saat itu Nietzche
yang sedang menimba ilmu Leipzig
menentang pesismisme Schopenhauer.
Freud, Adler dan Jung, mengembangkan pemikiran tersebut, Adler mempersoalkan tentang dorongan kekuasaan, Uebermench yang dicita-citakan Nietzche dilihatnya telah dicapai oleh
bangsa arya, namun tidak memandangnya
terbatas pada bangsa Jerman, seperti
dalam Naziisme, sebagaiman tercantum
dalam karangan Alfred Rosenberg “der Mythos desZwanzigsten Jahrhundrets”
ia seorang pengarang intelektualisme,
bahwa bukan hanya bangsa tapi biologis juga mempengaruhi perkembangan manusia.
BAB. III
KESIMPULAN
Filsafat
hingga saat ini masih dianggap dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan
terkadang diterapkan secara tidak tepat terutama oleh kaum awam, sebagian
berpandangan bahwa filsafat sebagai suatu ilmu yang luar biasa yang sangat
tinggi kedudukannya, yakni jauh lebih tinggi dari apa dimaksud sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut filsafat menjadi sebuah wacana atau ilmu pengetahuan
yang hanya mungkin dilakukan dan dipahami oleh orang-orang yang memiliki
keunggulan intelektual serta kebijaksanaan yang sangat tinggi, jadi dalam
pemahaman ini orang biasa belum tentu dapat berfilsafat, persepsi ini
menempatkan filsafat sebagai pemikiran yang terlalu abstrak dan tidak membumi
untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya penilaian terhadap
hal tersebut tidak mempunyai manfaat praktis. Pada
kenyataan yang sebenarnya filsafat merupakan hal ikhwal dari semua ilmu
pengatahuan yang ada dan filsafatlah yang melahirkan bidang-bidang keilmuan yang
ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar