BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Untuk meningkatkan motivasi
kerja guru dan sebagai penghargaan terhadap status profesional yang disandang
mereka, maka mulai tahun 2007, Pemerintah Indonesia melalui Departemen
Pendidikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 18
tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Program sertifikasi bagi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan,
khususnya untuk mereka yang telah lulus uji sertifikasi.
Para guru yang belum lulus tersebut diwajibkan mengikuti ujian ulang, baik
ujian tulis ( UT ) maupun ujian Praktek (UP). Adapun untuk Provinsi Aceh, LPTK
yang ditunjuk diantaranya adalah
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) untuk guru-guru program umum dan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) khusus untuk
guru-guru yang mengajar Pendidikan Agama Islam.
Penyelenggaraan
program sertifikasi yang baik, jujur,
dan profesional termasuk pelaksanaan diklat profesi dengan standarisasi materi
ajar tentu sangat dibutuhkan oleh penyelenggara sertifikasi agar keluaran hasil
uji kompetensi melaui diklat profesi guru dapat menjadi sosok guru profesional
yang menguasai berbagai kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang Guru
dan Dosen, yakni; kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial.
Berkaitan uraian di atas,
untuk keberhasilan penyelenggaraan program sertifikasi guru dan sebagai upaya
melahirkan sosok guru profesional yang bermuara kepada peningkatkan mutu
pendidikan termasuk pelaksanaan diklat profesi guru, tentu dibutuhkan LPTK yang
kredibel, akuntabel, dan profesional dengan materi yang terstandarisasi, Instruktur
yang profesional dan smart serta
fasilitas diklat yang memadai.
- Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalahnya adalah, bagaimana melaksanakan program sertifikasi yang
berkualitas sejak dari rekruitment calon peserta sampai kepada diklat profesi
guru sehingga sosok pendidik profesional dan kreatif yang mampu menerapkan
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dapat diwujudkan?
Melalui tulisan ini diharapkan
para pembaca dapat memahami bagaimana figur seorang guru yang professional,
kreatif dan menyenangkan yang dilahirkan melalui program sertifikasi guru yang
dilakukan melalui diklat profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ANALISIS NORMATIF
1.
Peran Guru Dalam Pembelajaran
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah. Minat, bakat, kemampuan, dan
potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal
tanpa bantuan guru. Jadi, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan
perkembangan para peserta didik. Dalam hal ini peran dan fungsi guru sangatlah
penting dalam membentuk keperibadian anak guna menyiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara,
dan bangsa.
Terdapat tiga karakteristik yang dapat menjadikan
seorang guru penting, tidak saja dalam pembelajaran di kelas tetapi juga dalam
kehidupan bermasyarakat. Tiga karakteristik tersebut yakni; professional,
kreatif, dan menyenangkan. Agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara optimal, maka guru harus berupaya memiliki ketiga karakteristik
tersebut. Mulyasa (2007:36) menyatakan bahwa untuk berhasil dalam pembelajaran,
guru harus memposisikan diri sebagai berikut
1)
Orang tua yang penuh kasih
sayang pada peserta didiknya.
2)
Teman, tempat mengadu, dan
mengutarakan perasaan bagi para peserta didik
3) Fasilitator yang selalu siap memberikan
kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.
4) Memberikan sumbangan pemikiran kepada
orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan
saran pemecahannya.
5) Memupuk rasa percaya diri, berani, dan
bertangung jawab.
6) Membiasakan peserta didik untuk saling
berhubungan (bersilaturrahmi) dengan
orang lain secara wajar.
7) Mengembangkan proses sosialisasi yang
wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
8)
Mengembangkan kreatifitas
9)
Menjadi pembantu ketika
diperlukan.
Dengan demikian,
untuk dapat memenuhi tuntutan di atas guru harus mampu memaknai pembelajaran
serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan
perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
2.
Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai kebulatan
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk
kerja (performance) yang diharapkan
bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Mulyasa
(2004 : 38), menyatakan “Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan prilaku-prilaku kognitif, afektif, dan psikomotor
dengan sebaik-baiknya”. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kompetensi
merupakan faktor yang sangat menunjang dan bahkan menentukan pencapaian
keberhasilan pelaksanaan tugas.
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 menyebutkan “Pendidik adalah agen
pembelajaran yang harus memiliki empat kompetensi, yakni; kompetensi pedagogik,
kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Keempat
kompetensi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan
dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik peserta
didik. Adapun secara substantif, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
b.
Kompetensi Profesional
Kompetensi professional adalah kemampuan yang berkenaan
dengan penguasaan materi pelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah
dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum serta menambah wawasan
keilmuan sebagai guru
c.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan suatu kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
d.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
3. Sosok Guru Profesional
Professional berasal dari kata bahasa Inggris “Professionalism” yang secara leksikal dapat kita artikan
sebagai sifat professional. Orang yang professional jelas memiliki sikap yang
berbeda dalam hal pekerjaan dibandingkan orang yang tidak professional,
meskipun mengerjakan pekerjaan yang sama atau berada pada ruang kerja yang
sama. Sifat professional akan
tampak pada perbuatan dan hasil kerja seseorang, bukan pada ucapannya.
Menurut Sudarwan Danim (2006:93) professionalisme dapat diartikan sebagai
“komitment para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu”. Berdasarkan pendapat
tersebut, professioalisme dapat diartikulasikan sebagai proses peningkatan
kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai
kriteria standar ideal dari perbuatan yang dituntut oleh profesinya itu. Guru bisa menjadi pendidik
yang profesional. Kuncinya adalah tersedianya wahana pembinaan dan pengembangan
secara terus menerus baik pre-service, in-service maupun melalui pelaksanaan
tugas sehari-hari secara “trial by error” dan adanya dorongan internal yang
kuat bagi guru untuk bisa terus tumbuh dan berkembang.
4.
Kebijakan Sertifikasi Guru
Sertifikasi pada mulanya hanya dikenal dalam dunia
industri barang. Pada saat
ini, sertifikasi sudah menembus industri jasa dalam berbagai bidang kehidupan,
termasuk bidang pendidikan nasional. Saat ini kita mendengar berbagai istilah yang
sering digunakan dalam kegiatan sertifikasi, satu diantaranya adalah Sertifikat ISO 9001. Istilah ini dipakai
dalam dunia jasa dan industri yang menyatakan bahwa pemilik dan hasil produksi perusahan,
jasa atau industri tersebut sangat kredibel dan memiliki standar
mutu yang dapat diandalkan.
Kebijakan sertifikasi dalam
dunia pendidikan nasional dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) nomor 18
Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Pelaksanaan program ini bertujuan untuk
menjamin mutu para guru sehingga profesionalisasi guru dapat berjalan dengan
baik khususnya berkaitan dengan bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran yang
unggul. Mulyasa (2006:17) menyatakan
“Pada hakikatnya sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan
professional yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan
sekolah khususnya serta tujuan pendidikan nasional pada umumnya sesuai
kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.
Menurut Mulyasa (2006:191), sertifikasi guru merupakan
salah satu pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah terkait dengan amanat
Undang-Undang Guru dan Dosen. Melalui standard sertifikasi diharapkan dapat
dipilah dan dipilih guru-guru professional yang berhak dan tidak berhak
menerima tunjangan profesi sebagai wujud apresiasi pemerintah terhadap kadar
professional seorang guru.
5.
Penyelenggaraan Program Sertifikasi Guru
Dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) program sertifikasi
guru disebutkan bahwa Dinas Pendidikan dan Departemen Agama Kabupaten/ Kota dalam setiap provinsi
merupakan stakeholder pertama yang
bertugas menetapkan perangkingan guru PNS dan non-PNS untuk diikutsertakan
dalam program sertifikasi secara bertahap. Perangkingan ini didasarkan pada
beberapa indikator, yakni; masa kerja atau pengalaman mengajar, usia, pangkat/
golongan bagi PNS, beban mengajar, jabatan/ tugas tambahan, dan prestasi kerja.
Pelaksanaan juklak ini secara jujur dan konsekuen tentu sangat dibutuhkan
sebagai langkah awal untuk memperoleh guru-guru yang professional dalam program
sertifikasi.
B. ANALISIS EMPIRIS
Secara teknis dan substansial, terdapat beberapa realita
dan persoalan yang harus dikritisi dalam penyelenggaraan program sertifikasi
guru, diantaranya:
1.
Rekruitment Calon Peserta sertifikasi (transparansi dan
akuntabilitas)
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan guru, bahwa
peserta (guru) yang dipanggil untuk mengikuti program sertifikasi dilakukan
tanpa menggunakan kriteria yang jelas, meskipun permendiknas nomor 18 Tahun
2007 telah diterbitkan sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.
Dengan demikian, pemanggilan guru lebih didasarkan kepada data “suka-suka” dari
dinas pendidikan Kabupaten/ Kota atau factor keberuntungan bagi guru yang
kebetulan kenal, dekat atau sering ke kantor dinas untuk suatu urusan. Keadaan
ini semakin diperparah dengan tanpa adanya pengumuman daftar calon yang terpanggil
sehingga mengabaikan azas transparansi dan akuntabilitas.
2.
Kredibilitas dan professionalitas LPTK penyelenggara
Sebagaimana kita ketahui, untuk menindaklanjuti
permendiknas nomor 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru, maka telah
ditetapkan beberapa LPTK terpilih untuk melakukan kegiatan asesor terhadap PLPG
ataupun penilaian guru peserta sertifikasi. Untuk setiap provinsi minimal dua
LPTK, terdiri dari LPTK utama dan LPTK mitra. Adapun hal yang perlu dikritisi
terhadap LPTK penyelenggara adalah; idealnya instruktur yang akan memberikan
pelatihan terhadap guru merupakan seorang dosen yang telah lulus sertifikasi
dan dinyatakan sebagai Dosen professional sehingga ada benang merah antara instruktur dengan tugas yang akan dilakukannya.
Hal lain adalah, level akreditasi yang dimiliki LPTK merupakan salah satu
ukuran kredibilitas dan profesionalitas dalam penyelenggaraan sertifikasi.
3.
Standarisasi materi, profesionalitas Instruktur dan fasilitas diklat
profesi
Pelaksanaan diklat profesi guru merupakan salah satu
bagian dari program sertifikasi sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas)
nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.Menurut Sutrisno, “Dua agenda
penting untuk meningkatkan wibawa dan kredibilitas LPTK
dalam menyelenggarakan diklat adalah standarisasi pelaksanaan dan peningkatan
kualitas yang berkenaan dengan substansi materi diklat”. Untuk itu, dibutuhkan
evaluasi secara komprehensif sesuai dengan standar baku yang ada dengan berbasis pada penjaminan
mutu secara konsisten.
Berkaitan dengan hal di atas, seiring pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya pada bidang pendidikan maka reformasi
paradigma pembelajaran menyangkut aspek perencanaan dengan mengintegrasikan
unsur pedagogis, TIK dan materi ajar mutlak diperlukan sebagai bagian dari
upaya pengembangan profesionalitas guru pasca lulus sertifikasi.
C.
ANALISIS EVALUATIF
1. Analisis SWOT
a.
Kekuatan : Niat baik Pemerintah
Pemerintah
dan masyarakat akhirnya menyadari, bahwa Guru menjadi salah satu faktor yang
sangat menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang
berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar.
Mutu pendidikan yang baik akan dapat dicapai dengan guru yang professional
dengan segala kompetensi yang dimiliki. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen dan niat baik
pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, yaitu kualifikasi akademik dan
kompetensi profesi pendidik sebagai agen pembelajaran.
Kualifikasi
akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau D4.
Sedangkan kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Dengan sertifikat
profesi, yang diperoleh setelah melalui uji sertifikasi lewat pelatihan atau
Diklat untuk guru, maka seorang guru berhak mendapat tunjangan profesi sebesar
1 bulan gaji pokok. Intinya, Undang-Undang Guru dan Dosen adalah upaya
meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan
mereka.
b.
Kelemahan : Implementasi
Program Sertifikasi Guru
1) Idealnya, untuk memperoleh hasil yang maksimal
berupa guru-guru pofesional maka penyelenggaraan program sertifikasi guru
seharusnya dilaksananakan secara professional pula, baik dari segi sistemnya
maupun personil pelaksananya, sejak dari rekrutmen peserta di tingkat sekolah
sampai kepada pelatihan oleh LPTK. Realita di lapangan, rekrutmen peserta
sertifikasi masih dipertanyakan transparansi dan legalitasnya.
2) Pasca pelaksanaan sertifikasi guru
yang sudah dilaksanakan beberapa tahap menimbulkan kegembiraan dan kegelisahan
yang mendalam bagi guru. Kegembiraan jelas terpampang di wajah guru yang
dinyatakan lulus sertifikasi lantaran "iming-iming" satu kali gaji
pokok di depan mata. Kegelisahan dirasakan oleh guru-guru yang belum dinyatakan
lulus setelah mengikuti PLPG dan kegelisahan karena guru wajib mengajar
sebanyak 24 jam.
Jadi, dapat penulis simpulkan, komponen karya pengembangan profesi harus menjadi
komponen wajib, dimana tanpa komponen itu peserta tidak dapat diluluskan.
Mereka yang lulus adalah bapak dan ibu guru yang tidak hanya guru semata tetapi
guru yang juga peneliti. Ini penting karena dengan menjadi peneliti, maka guru
terus berinovasi untuk mengembangkan pembelajarannya sehingga kegiatan belajar
mengajar menjadi bermutu.
c.
Peluang : Peningkatan Profesionalitas
dan Kesejahteraan Guru
Dampak
dari kepemilikan sertifikasi pendidikan, maka guru akan dinyatakan sebagai guru
professional karena memiliki sertifikat pendidik sehingga berhak memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) meliputi; gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan
lain berupa tunjangan profesi (sebesar 1 kali gaji pokok), tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi..
d.
Tantangan : Jumlah
Guru dan Kredibilitas LPTK
1) Jumlah
guru yang banyak, sekitar 2 juta orang, membutuhkan waktu yang lama untuk
melaksanakan program sertifikasi. Diperkirakan akan memakan waktu 10 sampai 15
tahun. Hal ini akan menimbulkan rasa prustasi bagi mereka yang memperoleh nomor
antrian paling jauh atau paling lama. Untuk itu, diperlukan solusi yang cerdas
terutama dalam hal jumlah kuota per-tahun sehingga program sertifikasi tidak
akan membutuhkan waktu yang lama.
2) Syarat utama untuk bisa ikut Program
sertifikasi adalah memiliki kualifikasi pendidikan minimal S.1 atau setara D-IV.
Hal ini menjadi masalah besar bagi sebagian guru-guru yang belum memiliki
kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud, khususnya bagi guru-guru yang berada
di pedesaan dan jauh dari perguruan tinggi sehingga mereka tidak bisa mengikuti
perkuliahan. Bahkan untuk kuliah di Universitas terbuka sekalipun, karena
terbentur dengan jurusan bidang studi. Dengan demikian, diperlukan suatu alternatif
atau solusi lain agar guru-guru yang bertugas di daerah pinggiran ini tidak
“dipinggirkan” apalagi dilupakan dalam program sertifikasi.
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Program sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Dalam konteks ini,
memberikan pengertian bahwa ”sertifikasi guru” adalah proses pemberian
pengakuan kepada seorang guru yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan
tugas profesional dalam mengajar atau layanan pendidikan dalam jenjang
pendidikan tertentu setelah melalui uji kompetensi yang dilaksanakan lembaga
sertifikasi.
Sertifikat pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga profesional. Adapun nilai yang muncul dalam kerangka sertifikasi
merupakan penjaminan mutu guru yang berlangsung secara berkelanjutan.
Sebagai sebuah profesi,
guru memang sudah selayaknya bersertifikat pendidik. Dengan diperolehnya sertifikat
pendidik, maka seorang guru berhak memperoleh tunjangan profesi yang besarnya
setara dengan satu kali gaji pokok. Diharapkan dengan meningkatkan
kesejahteraan guru ini akan diimbangi dengan peningkatan kinerja guru.
- Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan tentang pelaksanaan sertifikasi guru, agar guru dapat meningkatkan mutu pendidikan dengan jalan menjadi guru yang lebih professional.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, (2006). Manajemen Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara
Departemen Pendidikan Nasional,
(2000). Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah, Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan
Nasional. (2003). Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas
Departemen
Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan
Pemerintah RI, Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan
Nasional. 2006. Undang-Undang RI, Nomor
14 Tahun 2005 Tentnag Guru dan Dosen. Jakarta : Eka Jaya
Departemen Pendidikan
Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru
dalam Jabatan, Jakarta: Depdiknas
Depdikbud, (1999). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan / Kultur Nasional, Jakarta: Depdiknas
Dunn, William. N, (2003). Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta: PT.
Hanindita Graha Widya
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosda Karya
Syafaruddin, (2008). Efektivitas
Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta
KESIMPULAN DISKUSI:
1.ZULFITRI.1.SANGAT
TERTARIK.ADA KELEMAHAN DAN KEKURANGAN MAKALAH PP.74.TAHUN 2008.PASAL.12.TAHUN
2012 UJI KOMPETISI DI WAJIBKAN.PGRI PUSAT UJI KOMPETISI MELANGGAR PP 74 THN
2008.
2. DANA SERTIFIKASI TRANSPER BERBEDA-BEDA.DANA
DEKON,TRANSPER KEDAERAH KENAPA.
2.HASBALLAH.
1.SECARA EMPIRIS.SELEKSI SERTIFIKASI GURU SUDAH MAKIN KETAT.SELEKSI TK.KAB.
KAITAN SERTIFIKASI DENGAN PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH PERMENDIKNAS.28 THN 2010
TTG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH. KINERJA KEPALA SEKOLAH TIDAK PERNAH
DI NILAI OBJEKTIB. MASA JABATAN KEPALA SEKOLAH. SANGSI YANG DI BERIKAN OLEH
DINAS APA.
3.PUJA DARMA;
1. ANALISIS KWALITATIF DI
MAKALAH TIDAK MUNCUL PENGERTRIAN SERTIFIKASI.PRINSIF TUJUAN,DAN MANFAAT, RUANG
LINGKUP DAN INSTRUMEN SERTIFIKASI.
2. PERMASALAH BERKAITAN
DENGAN INSTRUMEN MELALUI SWOT ANALISISI.IDEALNYA GURU YANG LAYAK DAN PANTAS
SEBAGAI PESERTA SERTIFIKASI MELAULUI ALAT PRE TES DAN POSTES.ANOVA ANALISIS.
APA SALUSI KEDEPAN.
4.ZURAIDA.
1. KERIBILITAS LPTK
PENYELENGGARA.BELUM DI GALI SECARA MENDALAM.INSTRUKTUR DARI LPPTK SESAMA TIDAK
MEMPUNYAI KESEPAKATAN.1UK INSTRUKTUR HARI.KELUHAN UNTUK INSTRUKTUR.
5.SYARIFUDDIN.
1.MENCIPTAKAN KEBIJAKAN
.APAKAH GURU KITA DULU TIDAK PROFESIONAL.YANG SUDAH DI SERTIFIKASIPUN BELUN
NAMPAK PROFESIONAL. PEMERINTAH KURANG DALAM PENGAWASAN.
6. KEBIJAKAN MENENTANG SERTIFIKASI.GAJI GURU DI NAIKKAN SECRA TIBA-TIBA
SARAN DOSEN PENGAMPUH MATA KULAIAH:
1. DARI SISI NORMATIF,EMPIRIK.EVALUATIF.
2. SEGI KEBIJAKAN PERLU DILAKUKAN OLEH
POLITICAL WILL.
3. UUDG 14 TAHUN 2005 MENAMPILKAN.
4. PEMERINTAH MEMIKIRKAN KEBIJAKAN.
5. SERTIFIKASI GURU 2007 ADA DUA JALUR
PORTOPOLIO DAN PLPG
6. PERSYARATAN PENGELOLA HARUS ADA
7. KRITERIA CALON SERTIFIKASI DI USULKAN DI
RENGKAN
8. SERTIFIKASI 2007 SISTEM KUOTA SEBENARNYA
TIDAK BOLEH
9. PENYELENGGARA ADA ATURAN SUDAH
TERSERTIFIKASI DILAHAT SECARA NORMATIF APA YANG SUDAH DAN APA YANG BELUM
10. INSTRUKTUR HARUS SUDAH LULUS SERTIFIKASI
11. MEMBUAT ATURAN HARUS MERUJUK KEPADA
UU,PERMEN DAN TEORI.
12. KRETERIA MATERI PLPG
13. SARAN PAK PUJA BENAR
14. DARI SISI KEBIJAKSNAAN HARUS ADA ILMU
KEBIJAKAN
15. KEPUTUSAN PUBLIK UNTUK SUATU KEADILAN
16. HARUS ADA IDENTIFIKASI MASALAH DAN FORKES
DALAM MAKALAH
17. PENDIDIKAN YANG KURANG REMEDIAL
18. IMPLEMENTASIKAN DAN DIEVALUASI
19. PROSES KEBIJAKSANAAN HARUS DILIHAT DARI
PROGRAM DAN PROSESNYA
20. INSTRUKTUR BUAT KRETERIANYA
21. MATERI KOMPETENSI GURU,KEPERIBADIAN.
22. LATIHAN TATA BAHASA DALAM BERBICRA
23. DANA,FASILITAS,ADMINISTRASI.
24. SISI POSITIF DAN SISI NEGATIF PELAKSANAAN
SERTIFIKASI.
25. MASIH ADA YANG SUDAH DI SERTIFIKASI UNJUK
KERJANYA BELUM TERLIHAT.
26. SARAN PAK JUL BISA JUGA DI MASUKKAN
27. ILMU SERTIFIKASI DAN ILMU PROFESIONAL GURU
28. YANG TIDAK ADA KONSEP PRINSI SERTIFIKASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar