Rabu, 15 Agustus 2018

CERPENKU...


KU INGIN GUTEL BUATAN NENEK KU
Pelajaran hari ini telah selesai sampai jumpa besok dan selamat istirahat kata guru ku.
Setelah bunyi bel 3 kali pertanda waktu pulang.  Seperti biasa setiap malam minggu aku dan keluargaku pergi ke rumah nenek yang berada di dekat Bener Meriah.
“Assalamu’alaikum nek..” salam kami kepada nenek dengan semangat.
“Wa’alaikumsalam Ipak” nenek menjawab sambil tersenyum hangat.
Nenek tinggal bersama paman bibik ku yang juga adalah adik ayahku. Bibik hanya tinggal sendiri karena suaminya telah meninggal dunia setelah terserang penyakit jantung beberapa tahun yang lalu, sehingga nenek mengajak bibik tinggal bersama dirumah nenek. Dia sudah berumur sekitar 68 tahun. Anak-anak nenek semuanya sudah berkeluarga dan kakek juga sudah meninggal 10 tahun yang lalu.  Meskipun sudah tua nenek mengisi Kesehariannya dengan menanam sayuran di kebun samping rumahnya.  Biasanya ketika kami datang kerumah nenek, beliau sedang menjemur kacang merah yang telah di panen.
“Nek, aku bantu jemur kacang merahnya ya…” cetusku.
“Ya ipak, tapi hati-hati ya….” jawab nenek.
“Beres nek, serahkan semua ke Ina, semua pasti beres..” jawabku seraya bercanda.
Selesai menjemur kacang merah aku dan kakakku duduk-duduk di teras depan rumah nenek. Nenek sering bercerita kalau kami datang kerumahnya dan aku senang sekali mendengar cerita nya. Apalagi tentang makanan khas daerah Gayo. Nenek sering  membuat dan bercerita tentang makanan khas Gayo yang  saat ini sudah hampir dilupakan. Walaupun nenek sering bercerita, aku tidak pernah bosan mendengarnya, justru semakin sering aku mendengar cerita nenek, aku semakin takjub pada ceritanya.
Hari ini kami tidak hanya mendengarkan cerita tentang makanan khas Gayo tapi nenek pun menunjukkan salah satu makanan khas Gayo Namanya Gutel, yang baru saja dibuatnya. Sambil menunjukkan Gutel, nenek juga menjelaskan kepada kami bagaimana cara membuat Gutel.
Ipak, Gutel adalah salah satu kue khas daerah Gayo, yang menjadi ciri khasnya adalah selalu dikepal dan dibungkus dengan daun yang biasa digunakan untuk membalut kedua kepalan Gutel dan namanya “ olong ongkal”. Sekarang Gutel sudah banyak dibuat tidak lagi dua kepalan sekali bungkus, tapi hanya satu, dan itu juga tidak lagi dibungkus dengan “olong ni ongkal” tapi dibungkus dengan daun pandan, dan ciri-ciri khas dari Gutel itu sudah mulai hilang, ujar nenek dengan mata berkaca-kaca.
“iya nek”, ujar ku,  guru kami juga pernah menceritakan tentang makanan khas Gayo nek, katanya Gayo kaya dengan makanannya. Salah satunya Gutel Gayo yang menjadi makanan khas dataran tinggi tanah Gayo. Nah, guru kami juga bilang ciri khas Gutel Gayo terletak pada bahan, bentuk dan modelnya nek” cerita Mahara panjang lebar sampai nafasnya terengah-engah.
Nenek tersenyum dan kembali melanjutkan ceritanya.
“Benar Mahara. Kamu pasti siswa yang baik karena selalu mendengarkan penjelasan dari guru” puji nenek pada mahara”.
“Oia nek, sebenarnya apa sich bahan Gutel Gayo itu nek?” tanyaku.
“Bahan dasarnya tepung beras yang sudah ditumbuk, kelapa parut, garam, gula putih, ataupun merah, Gutel ini dianggap dapat memberikan kekenyangan dan tahan lama. Disamping itu juga gampang membuatnya” jelas nenek dengan sabar.
Mahara nampaknya belum puas dengan penjelasan nenek, dia pun bertanya lagi pada nenek.
“Nek, kalau  bentuknya nggak lonjong boleh ngga nek?” tanya Mahara sambil megang Kue Gutel yang dibuat nenek. Belum sempat menjawab pertanyaan yang satu, Mahara sudah bertanya lagi tentang yang lain.
Nenek hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan Mahara.
“Ini coba diperhatikan ya Ipak”. Bentuk Gutel memang dari zaman memang sudah demikian modelnya, kalau ngga lonjong, itu Namanya bukan Gutel, tapi” Engkul” ipak”. Jawab nenek. “Engkul” juga salah satu makanan khas gayo yang hampir sama dengan Gutel, hanya saja bedanya kalau Gutel di buat dengan dikepal, tapi Engkul Tidak, bahan juga sama dengan Gutel, ujar nenek
Mata Mahara pun terus mengikuti arah gerak telunjuk nenek tanpa berkedip mendengar penjelasan nenek. Ngga terasa malam semakin larut. Kamipun pamit pulang kerumah.
Hari Senin pagi guru pun masuk ke kelas. Sebelum pelajaran di mulai akupun memberanikan diri untuk bertanya tentang makanan khas  Gayo yang belum sempat aku tanyakan pada nenek.
“boleh bertanya, bu?”
“Ya Mahara, mau tanya apa?”
“Begini bu, tadi nenek cerita tentang makanan khas Gayo. Tapi, masih ada satu pertanyaan yang lupa saya tanyakan, nenek katakan kalau Gayo itu punya banyak makanan khas, terutama kue khas Gayo.  Selain Gutel apalagi makanan khas Gayo, yang saat ini masih di ingat dan di minati orang bu?”. Dan kalau pun masih banyak, apakah rasa, model dan bentuknya masih sama ya bu? Terus apa orang zaman now masih suka masakan yang zaman old tersebut?” ujarku dengan polosnya.  “Begini Mahara, memang makanan khas Gayo memiliki banyak model. Nah, model-model itu sudah banyak yang dimodifikasi menjadi bentuk-bentuk model baru tanpa menghilangkan kaidah bentuk yang asli seperti halnya modelnya. Biasanya Gutel dibuat dengan cara dikepal, dan dibungkus dua kepal dengan daun yang khas, sedangkan sekarang ada yang hanya satu kepal dan dibungkus dengan daun pandan. Masih banyak yang minat, sehingga pengrajin membuat modifikasi-modifikasi dalam bentuk lain....” jelas bu guru. Dan masih banyak lagi makanan khas Gayo lama selain Gutel  masih di minati yang di jual di pasar  seperti “Cucur, Lepat, Apam, dan Brahrum. Jelas bu Rianti.
“Oo..gitu ya bu..”
“Iyaa.. Mahara”.
“Sudah bu, terima kasih penjelasannya ya bu..”
“Iya sama-sama Mahara..”
Lalu kami melanjutkan pelajaran Bahasa Inggris. Judul materinya Procedure Text. Procedure text adalah sebuah text yang menjelaskan tentang bagaimana cara membuat sesuatu dalam Bahasa Inggris, Bu Rianti langsung mengkaitkan pertanyaan saya tentang makanan khas Gayo dengan materi hari ini, judulnya “How to make Gutel” Ibu Rianti menjelaskan apa saja bahan yang digunakan, dan menjelaskan bagaimana cara membuat Gutel dalam Bahasa Inggris.  Kami senang sekali karena ibu Rianti mengajar sesuai dengan keadaan di sekitar kami, jadi kami bisa cepat tanggap dengan apa yang beliau jelaskan. Hingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.30, bel pulang pun berbunyi..”Teeettt..teeettt..teeettt..teeettt..”.
 Siswa-siswi pun keluar dari ruang kelas. Sebelum pulang aku masih teringat tentang Gutel Gayo  yang nenek buat kemarin, rasanya sangat enak. Akhirnya kuputuskan untuk pergi lagi menemui nenek dan meminta nya untuk mengajari aku bagaimana cara membuat Gutel Gayo itu.
“Neneeekk..nenek..” teriakku sambil berlari-lari kecil.
“ Ko ke oya  Ipak, ?” tanya nenek.
“Nek, boleh  ngga nenek ajari aku buat Gutel Gayo ..” rayuku pada nenek.
Nenek hanya tersenyum keheranan melihat tingkahku, yang dengan sedikit memaksa. Nenek heran karena jarang ada anak-anak yang suka makanan khas Gayo yang sudah lama, tapi aku malah pingin belajar bagaimana cara buat Gutel.
“Kamu boleh belajar Mahara, tapi dengan satu syarat..” kata-kata nenek yang membuat aku terkejut. “Apa nek? Apa syaratnya nek?” tanyaku penasaran.
“ ajarkan ke siapa saja yang ingin belajar bagaimana cara buat Gutel ini”. Mera ke kam?” tanya nenek.
“Mau neekk…” aku pun tersenyum lebar.
“Kamu juga harus belajar makanan khas lain selain Gutel, biar makanan kita tetap di kenal orang” pinta nenekku.
“Iya nek, terimakasih ya nek? Aku janji akan mewujudkan mimpi nenek” jawab ku dengan penuh haru. Panas matahari pun tidak terasa lagi karena ilmu yang ku dapatkan dari nenek, karena aku ngga perlu lagi nyuruh nenek buat Gutel, karena aku akan mencoba buat sendiri dan mengantarkannya kerumah nenek, mudah-mudahan nenek bisa senang dengan Gutel buatanku, ujar ku dalam hati.  Setelah sampai dirumah, kuceritakan ke ibuku kalau aku diajari bagaimana cara mebuat Gutel oleh nenek dan ingin membuat sendiri Gutel itu. lalu ku minta ibu menemani  untuk membeli bahan-bahan untuk membuat Gutel, dan ibuku juga tidak keberatan
Sungguh enak Gutel yang ku buat dan sungguh beruntungnya aku bias membuatnya. Setelah ku buat, akupun langsung mengantarkannya kerumah nenek,  dengan rasa tidak sabaran untuk di nilai oleh nenek masakan Gutel ku. Setibanya di rumah nenek akupun memberikan hasil masakan ku untuk di cicipi oleh nenek, dengan bangga nenek memelukku dan bilang “ sedep di ipak”.
Akupun tersenyum bangga dengan hasil masakanku yang telah kudapatkan ilmunya dari nenek ku. Haripun telah sore aku pamit pulang.
Sore ini aku tidak sempat menulis di diaryku. Selain membantu ibuku aku juga harus mengerjakan PR yang diberikan oleh guru ku hari ini. Saat malam tiba sepulang ngaji aku dengan semangat yang membara giat belajar tutorial membuat makanan khas gayo di internet. Ibuku juga jago masak, kalaupun aku salah membuat adonan makanan khas Gayo, ibu terus selalu mengajari ku, kata ibuku, beliau juga belajar dari nenek yang jago masak. Malam itu aku terlelap tidur hingga adzan subuh membangunkanku, aku langsung mengambil wudhu dan pergi ke masjid untuk shalat subuh berjamaah. Sepulang dari mesjid aku mandi dan siap-siap berangkat ke  sekolah, di sekolah pasti aku datang lebih awal dibandingkan dengan teman-temanku yang lain. Jarak rumahku dengan sekolah sekitar 1 kilometer dan memerlukan waktu sekitar 30 menit kalau pulang jalan kaki.
Matahari pagi menemani langkahku menuju sekolah pagi ini. Mentari pagi menemani perjalananku sampai di sekolah.  Masih beberapa menit di sekolah aku dikejutkan dengan kehadiran ayah yang menjemputku ke sekolah, wali kelas memanggilku kekantor, tanpa banyak kata-kata ayah memelukku erat di depan beberapa guru di kantor itu. Ayah ku menangis, dan semakin erat beliau memelukku. Aku semakin heran dengan tingkah ayahku dan bertanya “Ada apa ayah?”.  “Kenapa ayah menangis?”. Ayah semakin memelukku dan membisikkan di telingaku  “Nenek Mahara meninggal”. Aku berteriak histeris mendengar kabar kalau nenek ku sudah meninggal, aku sangat dengan nenek, aku adalah cucu kesayangan nenek, air mataku begitu deras keluar, aku teringat tentang cerita nenek tentang makanan khas Gayo, tentang resep membuat makanan khas Gayo, dan pesan terakhirnya agar aku bisa mengajarkannya kepada orag-orang yang mau belajar, dengan harapan makanan kha situ akan tetap ada dan ngga akan pernah dilupakan.
Ternyata benar, sampai di rumah nenek aku melihat nenek yang sudah diterbujur kaku, dan di kelilingi oleh orang banyak yang sedang membaca surat yasin untuk nenek berkali-kali, aku langsung masuk dan menangis tersedu-sedu. “Maafkan mahara nek, aku belum sempat minta maaf ke nenek, terimakasih karena nenek telah mengajari ku bagaimana cara membuat masakan khas Gayo yang nenek sukai, aku akan menepati janji ku pada nenek” aku berbicara dengan terisak-isak. Sebuah tepukan dipundakku menyadarkan ku, dan dia adalah ibu ku, ibu memintaku mengambil wudhu dan mengaji yasin untuk nenek ku. Ibu ku memintaku untuk bersabar dan berdoa mudah-mudahan nenek ku diberikan tempat yang layak di sisinya. Air mata yang tadinya sudah berhenti, kini mengalir deras lagi. Terlihat orang-orang sudah membawa jenazah nenek ke kuburan. Aku ikut mengantarkan nenek ke tempat peristirahatan yang terakhir. Semua orang sudah pulang, tinggal  aku sendiri termangu di samping kubur nenek. Aku masih tidak percaya kalau nenek sudah tidak ada. Kakak-kakak ku membujukku untuk pulang bersamanya. Tapi aku bilang aku masih ingin disini. Setelah sekitar satu jam, ibu menjemputku. Dia membujukku untuk pulang bersamanya. Akhirnya akupun mengikuti ibu dengan air mata yang tetap berlinang.
         Keesokan harinya, di sekolah aku tidak bisa konsentrasi, bayangan wajah nenek ku masih belum bisa hilang dalam ingatan ku, sepulang sekolah aku langsung menuju rumah nenek. Air mata yang tadinya sudah berhenti, kini mengalir deras lagi. Terlihat orang-orang sudah membawa jenazah nenek ke kuburan. Aku ikut mengantarkan nenek ke tempat tidurnya yang terakhir. Semua orang sudah pergi, tinggallah aku sendiri termangu di samping kubur nenek. Aku masih tidak percaya kalau nenek sudah tidak ada. Septi membujukku untuk pulang bersamanya. Tapi aku bilang aku masih ingin disini. Setelah sekitar satu jam, mamak menjemputku. Dia membujukku untuk pulang. Akhirnya aku pun pulang bersama mamak. sesampai di rumah aku langsung mencari diaryku. Aku berlari ke kamar dan kutumpahkan semua yang ada dibenakku. Kini aku hanya bisa mengenang cerita nenek ku dan aku hanya bisa mendoakan semoga nenek ku tenang di alam sana. Selamat jalan nenek, semoga Allah menempatkan nenek di SyurgaNya yang paling indah di alam sana. Aku sangat menyayangi nenek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar