Minggu, 04 Desember 2016

Makalah Pembiayaan Pendidikan


KATA PENGANTAR





Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan serta dorongan dari beberapa pihak, untuk itu makalah  ini  kami persembahkan dan kami ucapkan terimakasih kepada :

  1. Bapak Prof. Dr.Tb. Abin Syamsuddin Makmun,M.A selaku pengampu mata kuliah Manajemen Strategi dan Mutu Terpadu dalam pendidikan.  
  2. Teman-teman saya yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta semua pihak yang telah membantu,

Penulis  menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah  ini dapat berguna khususnya bagi saya dan umumnya bagi pembaca.
































BAB I

PENDAHULUAN

a.  Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kunci kesuksesan dengan pendidikan kualitas hidup rakyat itu dpat di lihat. Perekonomian  Indonesia  semakin  tak  menentu,  Krisis  multi dimensional yang  terus membelenggu negara kita  tak kunjung ada ujungnya,belum  nampak  adanya  tanda-tanda  Bangsa  kita  akan  terbebas  dari  krisis multidimensional ini. Kehidupan masyarakat semakin menderita. Segala jenis kebutuhan  sudah  tak  terjangkau  lagi  oleh  masyarakat  miskin.  Kelaparan terjadi  di  banyak  tempat  di  Indonesia, masalah  kesehatan,  pendidikan  juga merupakan masalah  bangsa  ynag  belum  dapat  ditemukan  solusinya.  Biaya untuk kesehatan dan pendidikan semakin mahal. Untuk mejadikan Negara kita sebagai Negara yang maju, berhasil dibutuhkan generasi penerus yang sehat dan berwawasan luas.

Pendidikan  sebagai  salah  satu  elemen  yang  sangat  penting  dalam mencetak  generasi  penerus  bangsa  juga masih  jauh  dari  yang  diharapkan. Masalah  disana-sini masih  sering  terjadi. Namun  yang  paling  jelas  adalah masalah  mahalnya  biaya  pendidikan  sehingga  tidak  terjangkau  bagi masyarakat dikalangan bawah. Seharusnya pendiikan merupakan hak seluruh rakyat  Indonesia   seperti  yang  terdapat  dalam  Pembukaan UUD  1945  yang berbunyi  salah  satu  tujuan  Negara  kita  adalah  mencerdaskan  kehidupan bangsa.  Ini mempunyai konsekuensi bahwa Negara harus menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan yang layak.Maka tentu saja Negara dalam hal ini Pemerintah harus mengusahakan agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat  Indonesia  setiap  harinya.  Mahalnya  biaya  pendidikan  tidak  hanya pendidikan di perguruan  tinggi melainkan  juga biaya pendidikan di  sekolah dasar sampai sekolah menengah keatas walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat  Bantuan  Operasional  Sekolah  (BOS)  semuanya  masih  belum mencukupi biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Pendidikan  di  Indonesia  masih  meupakan  investasi  yang  mahal sehingga diperlukan perencanaan keuangan  serta disiapkan dana pendidikan sejak dini. Setiap keluarga harus memiliki perencanaan terhadap keluarganya sehingga dengan adanya perencanaan keuangan  sejak awal maka pendidikan yang diberikan pada anak akan terus sehingga anak tidak akan putus sekolah. Tanggung jawab orang tua sangatlah berat karena harus membiayai anak sejak dia  lahir  sampai  ke  jenjang  yang  lebih  tinggi.

Mahalnya  biaya  pendidikan sekarang  ini dan banyak masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu peduli atau memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya, sehingga membuat anak putus sekolah, anak tersebut hanya mendapat pendidikan  sampai pada  jenjang  sekolah menengah pertama artau sekolah  menengah  keatas.  Padahal  pemerintah  ingin  menuntaskan  wajib belajar  sembilan  tahun.  Jika  masalah  ini  tidak  mendapat  perhatian  maka program  tersebut  tidak  akan  terealisasi.  Banyak  anak  yang  putus  sekolah karena orang tua tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.


Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan Makalah ini adalah:

1.  Apa dampak mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat?

2.  Bagaimana cara mengatasi dampak mahalnya biaya pendidikan?


Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai:

1.  Dampak mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat.

2.  Cara mengatasi dampak mahalnya biaya pendidikan

BAB II

KONDISI PENDIDIKAN



Anggaran Pendidikan Di Indonesia

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Sesuai dengan visi tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Anggaran Pendidikan

Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp 207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp 1.037.067.338.120.000,00.

Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI I 2008. Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen untuk pendidikan.

Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran 2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945.

Hal tersebut harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, yang bertentangan dengan UUD 1945.

Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Untuk yang melaui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan dua belas Kementerian Negara/Lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69).

Sementara untuk yang melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.

MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

            Kualitas pendidikan di indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada   pada urutan ke 12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memliki daya saing yang rendah dan masih menurut surfai dari lembaga yang sama indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di Indonesia .

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain:

  1. Masalah efektifitas
  2. Efisiensi
  3. Standardisasi Pengajaran.

Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam pendidikan dunia yaitu:

  1. Rendahnya Sarana Fisik.
    Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap sementara laboratorium tidk standar pemakaian teknologi informasi tidak memadahi dan sebagainya. masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, perustakaan, laboratorium dan sebagainya.
  2. Rendahnya kualitas guru.
    Keadaan guru di indoesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tuasnya. Buku itu saja, sebagian guru di indonesia bahkan di nyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkatpendidikan guru itu sendiri. Data balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8 % yang berpendidikan diploma D2- kependidikan keatas. Selain itu dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 3,8% yang berpendidikan diploma D3- Kependidikan keatas. Di tingkat sekolah menengah dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan  S1-Keatas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2-keatas (3,48% berpendidikan S3)
  3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
    Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan indonesia. Idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 jta. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS perbulan sebesar Rp 1,5 juta. Guru bantu Rp 460 rbu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu perjam dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mi rebus, pedagang buku atau LKS, Pedaang pulsa ponsel.
  4. Rendanya Prestasi Siswa       
    Dengan keadaan yang demikian itu( Rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi menjadi tidak memuaskan. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit  sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran hal ni mungkin karena mereka sangat terbiasa mengerjakan soal pilihan ganda.
  5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
    Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber day mnusia secara keseluruhan olleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengtasi masalah ketidakmerataan tersebut.
  6. Mahalnya Biaya Pendidikan
    Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi membuat masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan lain keculi tidak bersekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah atau gratis. Pemerintahlah yang sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setaiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi kenyataannya pemerintah jutru ingin berkilah dari tanggung jawab padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan pemerintah untuk “cuci tangan”








MAHALNYA PENDIDIKAN

  1. SUMBER PENDIDIKAN

Anggaran pada dasarnya terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap golongan, yaitu pemerintah, masyarakat, orang tua dan sumber-sumber lain (Nanang Fattah 2006: 48).

Dalam penetapan biaya pendidikan, pengeluaran biaya atas dasar keterangan yang diperoleh dari sumber-sumber dibawah ini:
(1)Sumber dari pemerintah

Sumber anggaran penyelenggaranan sekolah adalah tersedianya degan jelas sumber anggaran sekolah yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber utama biaya pendidikan di sekolah adalah pajak yang dimasukan dalam bentuk APBN dan APBD. John dan Morphet (1979) mengatakan: “Bentuk pajak yang diperuntukan untuk membiayai pendidikan antara lain pajak kekayaan, pajak penghasilan perorangan, pajak pendapatan penjualan, pajak kendaraan bermotor dan lain sebagainya”.
Biaya pendidikan dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN dan APBD, anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat dialokasikan dalam APBN secara nasional yang didistribusikan keseluruhan daefah tingkat 1. APBN rutin adalah anggaran dari pemeritah pusat untuk membiayai kegiatan rutin yang tercantum dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK). APBN Pembangunan adalah anggaran dari pemerintah pusat untuk membiayai kegitan pembangunan yang tercantum dalam Daftra Isian Proyek (DIP). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peratuan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (UU Otonomi Daerah 1999:97).

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah propinsi dan kabupaten kota dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Otonomi Daerah: 98). Dengan diberlakukannya UU No 22 tahun 1999 dan UUNo. 25 tahun 1999 maka setiap daerah punya kewajiban untuk mengalokasikan dana tersebut untuk keperluan pendidikan disetiap daerah, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dana yang diperoleh sekolah direalisakan dalam bentuk SBPP (Sumbangan Bantuan Pembinaan Pendidikan). DBO (Dana Bantuan Oprasional), OPF (Operasional pembanguna dan Fasilitas). Dana penunjang pendidikan yaitu dana yang diterima oleh sekolah dari Pemerintah daerah tingkat I yang merupakan bagian setoran SPP yang dikembalikan.

Anggaran ini terdapat di SLTP dan SLTA, tetapi mulai tahun 1994 dengan diberlakukanya wajar diknas 9 tahun maka SPP untuk tingkat SLTP dihapuskan diganti dengan dana DPP. Pada dasarnya dana penunjang dari Dinas Pendidikan ini sebenarnya berasal dari kekuatan orang tua siswa unfnk mendukung program kegiatan pendidikan yang dianggap amat penting, karena orang tua terlibat langsung terhadap program pendidikan di sekolah dimana sekolah itu berada. Karena orang tua berkepentingan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya.

Sejak Juli 2005 anggaran dari dana DPP diganti dengan BOS (Bantuan Operasinal Sekolah) melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan. Cita-cita luhur dari pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan pasal 34 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi bahwa "Pemerintah dan pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

(2) Sumber dari Masyarakat


Sumber dana dari masyarakat adalah biaya yang diperoleh dari masyarakat melalui iuran komite sekolah. Bantuan komite sekolah dibebankan kepada anak yang masih mengikuti pelajaran di sekolah yang ditetapkan besarnya setiap siswa, digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sekolah.

Dengan berlakunya otonomi daerah yang akan berdampak pada otonomi pendidikan maka peran masyarakat dalam berpartisifasi dalam pengelolaan dan pembiayaan pendidikan. Ikut sertanya masyarakat dalam dunia pendidikan baik di dalam pengelolaan maupun dalam pembiayaan harus disadari adanya kesadaran bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang sehingga akan memotivasi masyarakat untuk memberikan bantuan terhadap pendidikan tanpa adanya praduga bahwa pendidikan adalah pemborosan yang harus dibayar dengan harga yang sangat mahal.

(3) Sumber-sumber lain

Pembiayaan pendidikan bisa juga diperoleh dari dana Bantuan Luar Negeri (BLN) adalah semua bantuan yang berupa pinjaman (Loan Credit), atau pemberian (Grand/hibah) dari Negara asing yang diterima oleh pemerintah sebagai bantuan yang dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan.


Dana pengelolaan sekolah tidak akan dapat dikelola jika sumbangannya tidak jelas, oleh karena itu untuk dapat menyusun suatu rencana kerjaan memperoleh hasil kerja yang bermutu tentu saja sumber-sumber dana harus jelas, sehingga dapat dilakukan prediksi untuk menentukan target dan tujuan yang akan dicapai. Untuk itu diperlukan strategi mencari sumber dana program sekolah, strategi yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan, antara lain;

        
1). Mengadakan ekstrakurikuler yang berkualitas, contohnya Lomba karya Ilmiah untuik memperoleh sponsorship untuk pendaan sekolah.

2). Menyelenggarakan kursus luar sekolah misalnya menyelenggarakan kursus computer, kursus bahasa Inggris, kursus akuntansi, Pesertanya bukan siswa sendiri juga masyarakat yang ditarik iuran


3). Membuat koperasi sekolah yang modalnya berasal dari sisiwa, guru dan pemerintah dan dikelola secara profesionla. Koperasi yang dibentuk di sekolah merupakan suatu unit usaha yang diharapkan akan berdampak positif baik ditinjau dari segi bisnis, karena menurut salah seorang pengurus koperasi guru dan koperasi siswa sebenamya kalau koperasi diurus secara baik dan dioptimalkan akan mamapu memberikan sumbangan sebagai contoh dikemukakan bahwa anak-anak yang titip barang saja sudah mampu membiayai sekolahnya, hanya sampai sekarang belum terpikirkan kalau koperasi bisa menunjang dana KBM. Koperasi disisi lain akan dapat dijadikan tempat latihan siswa memeproleh ketrampilan dikaitkan dengan kurikulum berbasisi kompetensi. Koperasi sekolah akan memberi dampak positif kepada orang tua, karena siswa sebagai pemilik modal akan mendapat pelayanan belajar dengan baik melalui sisa hasil usaha dari koperasi. Sebagai gambaram salah satu koperasi yang ada sekarang mampu memberikan sisa hasil usaha kepada setiap guru rata-rata antara Rp. 300.000,- sampai Rp. 350.000,- juga memberikan sisa hasil usaha kepada siswa, kalau dana ini dihimpun untuk meningkatkan KBM, doharapkan orang tua akan lebih puas dibanding dengan hanya sekedar menerima sisa hasil usaha yang dibcrikan pada saat anak meninggalkan sekolah.
4). Pada saat ini mencari dana tambahan untuk meningkatkan KBM melalui kopperasi, adalah hal yang paling mungkin mengingat hampir setiap sekolah mempunyai koperasi, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga kurang sesuai dengan tujuan pembentukannya



2.Unsur-unsur biaya pendidikan

Ketentuan pembiayaan pendidikan perlu didasarkan atas kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan setiap daerah yang berdasarkan atas biaya yang sama, juga alokasi setiap daerah ditetapkan berdasarkan jumlah sekolah, kelas, murid, dan pegawai sekolah. Penentuan biaya unit baku (standar unit cost) berdasarkan kecenderungan harga standar hanya merupakan perkiraan kasar dari biaya sesungguhnya. Anggaran didasarkan pada biaya operasional yang nyata. Permasalahan yang dihadapi dalam penentuan biaya menyangkut perubahan dalam upah dan harga yang menentukan analisis yang terperinci dari setiap unit-unit operasional. Masalah lain yang terjadi dalam pembiayaan pendidikan, yaitu tujuan maupun skala prioritas suatu program yang sudah ditetapkan seringkali mengalami perubahan kebijakan.Unsur-unsur biaya pendidikannya antara lain:

Biaya Operasional Pendidikan (BOP)

Hampir seluruh univ ersitas meminta kepada mahasiswa-mahaiswinya untuk membayar BOP setiap semester. Besarnyabiaya BOP ditentukan oleh jumlah SKS (Sistem Kredir per Semester) yang kamu ambil. Sebagai contoh, di UGM pada tahun ini satu SKS biayanya adalah Rp60.000,00, sehingga jika kamu mengambil 20 SKS dalam satu semester maka kamu harus membayar sebesar Rp1.200.000,00.

Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP)

Spp adalah biaya yang harus kamu bayar tiap semester, selain biaya BOP. Besarnya SPP ditiap universitas berbeda-beda. Sebagai contoh SPP di UGM pada tahun 2010 adalah sebesar Rp500.000,00 per semester.

Biaya awal ketika masuk pertama kali

Biaya awal ketika masuk pertama kali biasanya cukup besar akan tetapi hanya dibayarkan sekali dan mencakup sumbangan pengembangan pendidikan, pendaftaran asuransi kesehatan, pembelian jaket almamater dll. Besarnya biaya awal ini sangat tergantung dengan universitas dan bidang studi yang kamu pilih. Untuk lebih jelasnya akan lebih baik jika kamu mengecek website universitas yang kamu inginkan untuk mengetahui detail biaya yang perlu kamu persiapkan.

  1. BESARAN BIAYA PENDIDIKAN

Besaran biaya pendidikan untuk SD dan SMP melalui dana bos

Pada tahun 2012, pemerintah menaikkan anggaran Dana BOS sebesar 43,75%, dari Rp 16 triliun menjadi Rp 23 triliun (Rp 23.594.800.000.000). Jumlah tersebut diperuntukan bagi 36.579.003 siswa secara nasional yang terdiri dari 27.153.667 siswa SD dan 9.425.336 siswa SMP. Besar untuk siswa SD dari Rp 397.000 menjadi Rp 580.000/siswa/tahun (naik 46,10%). Sementara untuk siswa SMP dari Rp 570.000 menjadi Rp 710.000/siswa/tahun (naik 24,56%). Kenaikan yang cukup drastis ini adalah konsekuensi dari kenaikan biaya operasional sekolah untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimum. Selain itu, pemerintah ingin memastikan program “Wajib Belajar 9 Tahun” dapat terlaksana dengan baik dan lancar.


Besaran biaya SMALampiran I. Daftar Besaran Biaya Pendidikan Program Magister (S-2) Pascasarjana (Semester Pebruari - Juli 2012 atau Agustus 2012 - Januari 2013)

No. Program Studi SPP/ semester BPI/semester Matrikulasi

(dalam rupiah) (dalam rupiah) (dalam rupiah)

Smt I Smt I Smt II Smt III Smt IV

1. Linguistik 3 .500.000 2.000.000 500.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

2. Pendidikan Bahasa Indonesia 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

3. Ilmu Komunikasi 3 .500.000 3.700.000 570.000 7.770.000 7.200.000 7.200.000 3.500.000

4. Pendidikan Sejarah 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

5. Ilmu Hukum 3 .500.000 3.500.000 1.000.000 570.000 7.570.000 7.000.000 7.000.000 3.500.000

6. Magister Administrasi Publik 3 .500.000 2.500.000 500.000 570.000 6.570.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

7. Kajian Budaya 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

8. Sosiologi 3 .500.000 2.000.000 1.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

9. Agribisnis 3 .500.000 2.500.000 500.000 570.000 6.570.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

10. Penyuluhan Pembangunan 3 .500.000 2.500.000 1.000.000 570.000 6.570.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

11. a. Ilmu Lingkungan: Reguler 3 .500.000 2.000.000 500.000 605.000 6.105.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

b. Ilmu Lingkungan: Eksekutif 4 .500.000 2.000.000 1.000.000 605.000 7.105.000 6.500.000 6.500.000 4.500.000

12. Pendidikan Ekonomi 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

13. Pendidikan Bahasa Inggris 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

14. Pendidikan Kependudukan dan 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

15. Teknologi Pendidikan 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

16. Ilmu Keolahragaan 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

17. Pendidikan Sains 3 .500.000 2.000.000 605.000 6.105.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

18. Pendidikan Matematika 3 .500.000 2.000.000 570.000 6.070.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

19. Agronomi 3 .500.000 1.000.000 605.000 5.105.000 4.500.000 4.500.000 3.500.000

20. a. Kedokteran Keluarga: Pel. Profesi 3 .500.000 2.500.000 605.000 6.605.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

Biaya lain-lain

(dalam rupiah) (*)

Jumlah total yang harus dibayar per Semester

(**)

b. Kedokteran Keluarga: Pend. 3 .500.000 2.000.000 605.000 6.105.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

c. Kedokteran Keluarga: Ilmu 10.500.000 7.500.000 605.000 18.605.000 - - -

21. a. Ilmu Gizi: Human Nutrition 3 .500.000 2.500.000 605.000 6.605.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

b. Ilmu Gizi: Clinical Nutrition 3 .500.000 3.500.000 605.000 7.605.000 7.000.000 7.000.000 3.500.000

22. Biosains 3 .500.000 2.500.000 500.000 605.000 6.605.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

23. Teknik Sipil 3 .500.000 2.500.000 605.000 6.605.000 6.000.000 6.000.000 3.500.000

24. Ilmu Fisika 3 .500.000 2.000.000 605.000 6.105.000 5.500.000 5.500.000 3.500.000

25. Teknik Mesin 3 .500.000 3.500.000 1.500.000 605.000 7.605.000 7.000.000 7.000.000 3.500.000

26. Magister Manajemen (Reguler I) 2 .000.000 4.500.000 500.000 400.000 6.900.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Magister Manajemen (Reguler II) 2 .000.000 5.500.000 500.000 400.000 7.900.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000

27. Magister Akuntansi (Reguler I) 2 .000.000 3.000.000 750.000 400.000 5.400.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000

Magister Akuntansi (Reguler II) 2 .000.000 3.750.000 750.000 400.000 6.150.000 5.750.000 5.750.000 5.750.000

28. Magister Ek.& Studi. Pemb. (Reguler I) 2 .000.000 2.000.000 400.000 4.400.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000

Magister Ek.& Studi. Pemb. (Reguler II) 2 .000.000 2.500.000 400.000 4.900.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000

Keterangan :

1. Apabila sampai Semester IV, hanya membayar SPP saja, kecuali MM, MAKSI, dan MESP Surakarta,13 Februari 2012

2. Untuk semester V dan selanjutnya apabila belum lulus dikenakan 50% dari SPP saja. Rektor,

*) Buku Pedoman PPs, Jaket, Kartu mahasiswa, Pengembangan Perpustakaan, Pengembangan Fasilitas Belajar, Dana Kasih mhs, Langganan Bandwidth/Internet.

**) Belum termasuk matrikulasi Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS.

Penyebab mahalnya biaya pendidikan

  1. Lemahnya Sumber Daya Manusia
    Salah  satu  sektor  strategis  dalam  usaha  pengembangan  Sumber  Daya Manusia (SDM) di Indonesia adalah sektor pendidikan. Sektor pendidikan ini memberikan peran yang sangat besar dalam menentukan kualitas dan standar SDM di  Indonesia untuk membangun  Indonesia yang  lebih baik kedepannya.  Sebagai  salah  satu  entity  atau  elemen  yang  terlibat  secara langsung dalam dunia pendidikan, pelajar merupakan pihak  yang paling merasakan  seluruh  dampak  dari  perubahan  yang  terjadi  pada  sektor pendidikan  di  Indonesia.  Tak  peduli  apakah  dampak  tersebut  baik  atau buruk. Permasalahan  yang  ikut  membawa  dampak  sangat  besar  pada  pelajar adalah permasalahan mengenai mahalnya biaya pendidikan di  Indonesia. Permasalahan  ini dinilai  sebagai permasalahan klasik yang  terus muncul kepermukaan dan belum selesai hingga sekarang. Padahal, tingginya biaya pendidikan  saat  ini  tidak  sesuai  dengan mutu  atau  kualitas  serta  output pendidikan  itu  sendiri.  Kenyataan  tersebut  dapat  dilihat  dari  masih tingginya persentase pengangguran terdidik (Sarjana) yaitu sekitar 1,1 juta orang (Data BPS - 2009). Penyebab banyaknya pengangguran terdidik ini terlihat  beragam  dan menjadi  semakin  ironis  jika  dilihat  dari mahalnya seorang pelajar (terdidik)  telah membayar uang kuliah atau uang sekolah mereka.


2.  Lemahnya Taraf Ekonomi Masyarakat

Pendidikan memiliki  daya  dukung  yang  representatif  atas  pertumbuhan ekonomi. Tyler mengungkapkan  bahwa  pendidikan  dapat meningkatkan produktivitas  kerja  seseorang,  yang  kemudian  akan meningkatkan pendapatannya.  Peningkatan  pendapatan  ini  berpengaruh  pula  kepada pendapatan  nasional  negara  yang  bersangkutan,  untuk  kemudian  akan meningkatkan  pendapatan  dan  taraf  hidup  masyarakat  berpendapatan rendah.  Sementara  itu  Jones  melihat  pendidikan  sebagai  alat  untuk menyiapkan tenaga  kerja  terdidik  dan  terlatih  yang  sangat  dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jones  melihat,  bahwa  pendidikan  memiliki  suatu  kemampuan  untuk menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja potensial, dan menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya yang akan memacu  tingkat produktivitas tenaga kerja,  yang  secara  langsung  akan  meningkatakan  pendapatan  nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan pendapatan  tampak  lebih signifikan  di  negara  yang  sedang  membangun.  Sementara  itu  Vaizey melihat  pendidikan  menjdi  sumber  utama  bakat-bakat  terampil  dan terampil. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediddan  tenaga kerja.  Ini  harus  menjadi  dasar  untuk  perencanaan  pendidikan,  karena pranata ekonomi membutuhkan tenaga- tenaga terdidik dan terlatih. Permasalahan  yang  dihadapai  adalah  jarang  ada  ekuivalensi  yang  kuat antara  pekerjaan  dan  pendidikan  yang  dibutuhkan  yang mengakibatkan munculnya  pengangguran  terdidik  dant  erlatih.  Oleh  karena  itu, pendidikan perlu mengantisipasi kebutuhan. Ia harus mampu memprediksi dan mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja. Prediksi  ketenagakerjaan  sebagai  dasar  dalam  perencanaan  pendidikan harus  mengikuti  pertumbuhan  ekonomi  yang  ada  kaitannya  dengan kebijaksanaan sosial ekonomi dari pemerintah.















BAB IV

ANALISIS SEBAB MAHALNYA PENDIDIKAN

Dari rendahnya mutu pendidikan  memicu timbulnya masalah baru di dunia pendidikan di indonesia yakni mahalnya pendidikan yang menjadi persoalan yang sangat rumit di indonesia menurut analisis kami selain mutu pendidikan yang tidak mendukung ada penyebab lain yakni:

  1. Lemahnya Sumber Daya Manusia
  2. Lemahnya Taraf Ekonomi Masyarakat

    Penduduk Indonesia saat ini bermutu rendah karena kurangnya  kesadaran dari pihak pemerintah yang masih kurang memperhatikan rakyat miskin Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

     Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi membuat masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan lain keculi tidak bersekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah atau gratis. Pemerintahlah yang sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setaiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi kenyataannya pemerintah jutru ingin berkilah dari tanggung jawab padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan pemerintah untuk “cuci tangan”

Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Untuk mengatasi masalah biaya pendidikan langkah awal pemerintah adalah mencerdaskan Sesuai dengan visi, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.



BAB V

PENUTUP





  1. Kesimpulan
    Lemahnya pendidikan saat ini di sebabkan oleh lemahnya sumber daya manusia sekaligus lemahnya ekonomi ,pemerintah berusaha untuk mengurangi atau mencoba mengatasi permasalahan diatas dengan mengeluarkan bantuan dana operasional sekolah. Namun saat ini bantuan tersbut belum bisa  menjadi solusi tapi sebagai bangsa yang dasarnya pancasila maka pendidikan itu tanggung jawab kita semua  biaya di tanggung kita bersama apalagi bagi mereka yang mampu, di dalam islampun juga sudah di terangkan untuk setiap manusia saling tolong-menolong dalam kebaikan. Biaya pendidikan di Indonesia setiap tahun mengalami kenaikan, seharusnya upaya pemerintah tidak menaikkan biaya pendidikan tapi memperbaiki mutu pendidikan melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta tenaga pendidik yang berkualitas, karena pendidikan bukan hanya di peruntukan untuk kalangan orang kaya saja, tetapi pendidikan itu berlaku untuk semua kalangan.
  2. Saran
    Demikian makalah yang kami susun dan masih banyak kekurangannya. Penulis yakin bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kesalahan oleh karenanya saran dan kritik anda yang membangun dan masukan buat kami yang akan  menjadikan makalah ini akan lebih baik. Amin.



                                                           




Makalah 2 “Masalah Pendidikan Di Indonesia”


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?

2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?

3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?

4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.

2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.

3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

2. Bagi Guru

Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.





BAB II

PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia

Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).

Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:

Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.

Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.

Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.

Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.

Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.

Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.

Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.

Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.

C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.



6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

B. Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA





Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.









Makalah 3. Makalah pembiayaan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

            Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan memadai kalau memiliki sistem manajemen yang didukung dengan sumber daya manusia (SDM), dana/biaya, dan sarana-prasarana. Sekolah sebagai satuan pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif, laboran,pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana (buku pelajaran, buku sumber, bukupelengkap, buku perpustakaan, alat peraga, alat praktik, bahan dan ATK, perabot),dan prasarana (tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan, lapangan olahraga),serta biaya yang mencakup biaya investasi (biaya untuk keperluan pengadaan tanah,pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk buku-buku dan biaya operasionalbaik untuk personil maupun nonpersonil).

            Biaya untuk personil antara lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan untuk biaya nonpersonil berupa pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan, dan kegiatan pembelajaran.Suatu sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi kebutuhan memerlukan biaya rekrutmen, penempatan, penggajian,pendidikan dan latihan, serta mutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan prasaranauntuk menunjang proses pembelajaran tentu saja diperlukan dana yang tidak sedikit,bahkan setelah diadakan maka diperlukan.dana untuk perawatan, pemeliharaan, dan pendayagunaannya.    Meskipun ada tenaga,ada sarana dan prasarana, untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya operasional baik untuk bahan dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun pengembangan personil agar menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Dari uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah termasuk di SMP perlu biaya, perlu dana, paling tidak memenuhi pembiayaan untukmemberikan standar pelayanan minimal.

            Biaya pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Dalam konteks perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomidan problematik pembiayaan pendidikan amat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini dapat dikembangkan kebijakan pembiayaan pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

A.Dasar Hukum

  1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  2. Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 2005.
  3. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan
    B.Rumusan Masalah
                Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi persoalan adalah :
    1.Apa yang menjadi standar pembiayaan pendidikan ?
    2.Sebutkan sumber-sumber dana pembiayaan pendidikan !
    3.Bagaimana peran tingkat ketersediaan dana penyelenggaraan pendidikan?
    C.TujuanAdapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut ;
    1.Untuk mengetahun standar pembiayaan pendidikan.
    2.Untuk mengetahui sumber dana pembiayaan pendidikan
    3.Untuk mengetahui peran tingkat ketersediaan dana penyelenggaraan pendidikan
















    BAB II
    PEMBAHASAN
    A.Standar Pembiayaan Pendidikan
                Standar pembiayaan mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan pendidikan,prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas penggunaanbiaya pendidikan.
                Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

  1. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biayapenyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modalkerja tetap.
  2. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yangharus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secarateratur dan berkelanjutan
  3. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, danBiaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,asuransi, dan lain sebagainya.
                Dengan berpandangan pada korelasi mutu dengan pembiayaan maka untuk menjagamutu pendidikan yang baik maka standar pembiayaan minimal dirumuskan denganmemperhitungkan seluruh biaya personil (gaji, tunjangan dan faktor yang melekatpada gaji), biaya alat tulis sekolah, biaya rapat, biaya penilaian, biayapemeliharaan,biaya pembinaan serta daya dan jasa yang diperkirakan terpakai.
                Standar yang dirumuskan terbatas pada sekolah pendidikan umum (SD, SMP danSMA), sementara sekolah kejuruan belum dapat distandarkan dikarenakankeberagaman yang demikian luas dan waktu pengkajian yang terbatas. Asumsi yang dipergunakan dalam menghitung biaya rata-rata per murid menyesuaikan denganstandar proses, sehingga untuk SD ditetapkan minimal ada 6 rombongan belajar dansetiap rombongan belajar terdapat jumlah siswa 28 orang. Untuk SMP dan SMA masing-masing dengan minimal ada 3 rombongan belajar dengan jumlah siswa 32orang setiap rombongan belajar.
                Untuk membedakan faktor kemahalan dan keunikansetiap daerah maka diberlakukan indeks kemahalan untuk setiap kabupaten di seluruhIndonesia. Standar pembiayaan tersebut akan dipergunakan untuk mengukurkelayakan sekolah dalam hal pembiayaan, dan untuk menjadi pertimbangan kebijakanpendanaan dari berbagai program pemerintah. Perhitungan yang telah didasarkankajian audit keuangan yang memerlukan kompetensi pemahaman perhitungankeuangan tidak banyak dipahami peserta. Diskusi berpusat pada angka yang dijadikanpatokan, yakni pembiayaan tenaga pendidik dengan golongan III A pada strukturpegawai negeri.
                Nampaknya perhitungan itu perlu dikaji lebih lanjut oleh orang yangberkeahlian yang sesuai.
    1.Biaya investasi Biaya investasi adalah biaya penyelenggaraan pendidikan yang sifatnya lebih permanen dan jangka waktunya melebihi waktu satu tahun yang pada umumnya berupa sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerjatetap.Investasi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah, baiklahan maupun selain lahan, yang menghasilkan aset fisik dibiayai melalui belanjamodal dan/atau belanja barang sesuai peraturan perundang-undangan.
                Biaya investasi lahan pendidikanPendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program wajibbelajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah pusatmaupun pemerintah daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerahPendanaan tambahan di atas biaya investasi lahan yang diperlukan untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakanPemerintah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapatbersumber dari:
    a.Pemerintah;
    b.pemerintah daerah;
    c.masyarakat;
    d.bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
    e.sumber lain yang sah.
                Anggaran biaya investasi lahan satuan pendidikan yang dikembangkan menjadibertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerjatahunan yang merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
                Biaya investasi selain lahan pendidikan. Pendanaan biaya investasi selain lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerahPendanaan tambahan di atas biaya investasi selain lahan yang diperlukan untukpemenuhan rencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
    a.Pemerintah;
    b.pemerintah daerah;
    c.masyarakat;
    d.bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
    e.sumber lain yang sah.
                Anggaran biaya investasi selain lahan satuan pendidikan yang dikembangkan menjadibertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan bagian integral dari anggaran tahunan satuan pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja tahunan yang merupakan pelaksanaan dari rencana strategis satuan pendidikan.
                Biaya investasi memerlukan dana yang relatif besar, antara lain berupa:

  1. Bangunan sekolah meliputi ruang belajar, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang laboratorium, ruang perpustakaan, lapangan olahraga, tanah dan yang sejenis, biayapembangunannya termasuk biaya investasi karena umur bangunan lebih dari satutahun, bisa mencapai 20 tahun, 25 tahun, bahkan 30 tahun
  2. Alat peraga, alat praktik, sumber belajar, buku-buku, media belajar, yang padaumumnya dapat dipakai lebih dari satu tahun, misalnya alat praktik bisa mencapai 10 tahun, buku bisa mencapai 5 tahun.
  3. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan.

  1. Daya tahan pemakaian sarana-prasarana ikut menentukan besarnya biayapemeliharaan adan penggantian alat yang rusak
  2. Biaya personal Biaya personal adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya inisebagaian dibebankan kepada orangtuam yang sifatnya untuk keperluan pribadi siswa,Biaya pendidikan yang menjadi tanggungan orangtua adalah yang bersifat untukkeperluan pribadi siswa. Mungkin yang rasional ditanggung oleh orangtua dari jenisyang tersebut di atas adalah:Alat perlengkapan sekolah: sepatu, seragam sekolah, seragam olahraga, alat tulis danbuku catatanTranspor anak dari rumah ke sekolahUang saku/uang jajan, danEkstrakurikuler terbatas.
  3. Biaya Operasi Biaya operasi adalah biaya yang diperlukan sekolah untuk menunjang proses pembelajaran, sehingga mampu menunjang proses dan hasil PBM sesuai yang diharapkan. Biaya operasional terdiri dari biaya personil dan biaya nonpersonil.Biaya operasi, yang terdiri atas:a.Biaya personalia Pengeluaran operasi personalia yang menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah dibiayai melalui belanja pegawai atau bantuan sosial sesuaiperaturan perundang-undangan.Biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri atas:

    1.Gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan;
    2.Tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan;
    3.Tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan;
    4.Tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen;
    5.Tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru dan dosen;
    6.Tunjangan profesi bagi guru dan dosen;
    7.Tunjangan khusus bagi guru dan dosen;
    8.Maslahat tambahan bagi guru dan dosen; dan
    9.Tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor atau guru besar Biaya personalia penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, baik formal maupun nonformal, oleh Pemerintah, yang terdiri atas:
    1.gaji pokok bagi pegawai negeri sipil pusat;
    2.tunjangan yang melekat pada gaji bagi pegawai negeri sipil pusat;
    3.tunjangan struktural bagi pejabat struktural bagi pegawai negeri sipil pusat di luar guru dan dosen; dan
    4.tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional bagi pegawai negeri sipil pusat di luarguru dan dosen.

    b.Biaya nonpersonalia.
          Pengeluaran operasi nonpersonalia yang menjadi tanggung jawab Pemerintah ataupemerintah daerah dibiayai melalui belanja barang atau bantuan sosial sesuaiperaturan perundang-undangan.Pendanaan tambahan di atas biaya nonpersonalia yang diperlukan untuk pemenuhanrencana pengembangan satuan atau program pendidikan yang diselenggarakanpemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal dapat bersumber dari:
    a.Pemerintah;
    b.Pemerintah daerah;
    c.Masyarakat
    d.Bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau sumber lain yang sah.
    B.Sumber Dana Pembiayaan Pendidikan
          Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007, sekolah dewasa ini diharuskan untuk menyusun pedoman pengelolaan dana (investasi dan operasional) yang mengacu pada standar pembiayaan. Pedoman ini mengatur:Sumber pemasukan, pengeluaran, dan jumlah yang dikelolahPenyusunan dan pencairan anggaran serta penggalangan dana di luar dana investasidan operasional.
          Kewenangan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam membelanjakan anggaranpendidikan sesuai dengan peruntukannyaPembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran untukdilaporkan kepada komite sekolah serta institusi di atasnya.
          Pedoman tersebut diputuskan oleh komite sekolah dan ditetapkan oleh kepala sekolahdan harus disetujui oleh institusi di atasnya. Pedoman ini juga harus disosialisasikankepada seluruh warga sekolah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secaratransparan dan akuntabel.
          Sumber dana sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama: pemerintah (pusat dan daerah), orang tua peserta didik, dan kelompok-kelompok masyarakat.
    1.Pemerintah Pusat Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, antara lainmencakup yang berikut.
    •Hibah (grant) dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah.
    •Membayar gaji guru.
    •Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana denganmenyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan, serta
    •Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah.
          Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah. Misalnya, melalui pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, serta melakukan pengawasan.
    2.Pemerintah Daerah Di negara kita, urusan pendidikan dasar dan menengah dilimpahkan kepadapemerintah daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membangun sekolah,membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan peralatankantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan APBN. Daerah yangmemiliki pendapatan asli daerah yang tinggi, akan memiliki peluang lebih besar untukmembantu pemenuhan kebutuhan dana penyelenggaraan sekolah.
    3.Orang Tua Peserta didikKontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belummampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah. Hal ini umumnya terjadi dinegara-negara berkembang seperti negara kita. Namun, di negara maju yangpemerintahnya dapat membangun fasilitas pendidikan yang baik, menyediakan guruyang cakap, dan menyediakan dana untuk berbagai program sekolah; orang tua peserta didik masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai peralatanyang diperlukan sekolah.
          Mereka ingin agar anak-anak mereka memasuki dunia nyatadengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh. Mereka ingin anak-anak mereka memiliki keunggulan ketika memasuki dunia kerja.Cara orang tua berkontribusi kemungkinan mencakup yang berikut.
    •Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi.
    •Memberi kontribusi kepada komite sekolah.
    •Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, seperti perumahan bagiguru
    •Orang tua kemungkinan menyumbangkan tenaga dan keterampilan tertentu dalamberbagai kegiatan seperti pekerjaan bangunan atau membantu dalam pelatihan olahraga, atau bahkan mungkin dapat menggantikan guru yang tidak hadir.
    •Membayar guru atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah.
    •Membayar pembelian buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan seragam sekolah, mejadan kursi, perpustakaan, dan dana kegiatan olah raga.
    •Mendanai kesejahteraan anak-anak mereka, seperti uang transpor, uang makan, dansebagainya.
          Kita perlu berasumsi bahwa semua orang tua dapat memberikan kontribusi yangsama, apakah itu sifatnya finansial atau dalam bentuk-bentuk kontribusi lainnya.Tingkat penghasilan orang tua di daerah perkotaan dan daerah pedesaan tampaknyacukup berbeda, seperti halnya juga ukuran keluarga. Diperlukan pendekatan yangsensitif oleh kepala sekolah.
          Kepala sekolah harus mampu mengetahui perbedaankeadaan orang tua peserta didik dan kemudian memberi kelonggaran bagi pesertadidik yang orang tuanya kurang beruntung secara ekonomi. Jika di satu pihak kepalasekolah harus menetapkan target yang cukup ambisius untuk menggalang dana bagisekolah, di lain pihak kepala sekolah juga perlu menerima keadaan bahwa tidaksemua orang dapat berkontribusi dalam kadar yang sama.Dalam upaya mendorong orang tua berkontribusi, Anda akan perlu menargetkanupaya Anda itu pada mereka yang memiliki sarana, tetapi tidak termotivasi. Untukmelayani keluarga yang kurang mampu, Anda perlu menyiapkan dana dukunganbeasiswa bagi mereka yang menunjukkan kemampuan akademik.
    4.Kelompok MasyarakatKelompok-kelompok masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber pentingpendanaan sekolah.
          Kelompok-kelompok ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugasdari para tokohnya (utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama. DiIndonesia, banyak sekolah (swasta) yang dibangun dan diselenggarakan olehkelompok-kelompok masyarakat. Cara yang Anda identifikasi dalam memobilisasidana kemungkinan mencakup yang berikut.
    •Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek pengembangansekolah.
    •Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa untuk berpartisipasi secaraefektif dalam proyek-proyek sekolah.
    •Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah.
    •Melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta didik dalam proyekswakarsa penggalangan dana
    .•Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat.
          Di dalam masyarakat kemungkinan ada orang-orang yang juga memutuskan untukmembantu satu atau beberapa sekolah dengan dana dalam jumlah cukup besar.Adakalanya ada saja pengusaha yang ingin mendermakan sesuatu bagi satu atau lebih sekolah.
          Kontribusi seperti ini hendaknya disambut dengan baik dan bahkansebaiknya didorong. Namun, pemerintah seyogianya perlu bersikap tegas terhadapyayasan yang menyelenggarakan sekolah semata-mata untuk memperoleh keuntunganfinansial. Dewasa ini kecenderungan seperti itu telah semakin menggejala. Fungsisosial pendidikan telah mulai memudar berganti dengan penekanan pada fungsikeuntungan ekonominya, khusus bagi para pengelolanya.
    5.Peserta didik Para peserta didik kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yangbaik, jika mereka tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah.
          Berikut adalah cara-cara pelibatan peserta didik Anda yang dapat dipertimbangkan:
    •Pengumpulan dana melalui kegiatan seperti pertanian, memelihara ayam petelur,membuat kerajinan tangan, dan lain-lain.
    •Kegiatan pengumpulan dana; misalnya melalui konser musik, tari, olahraga,pameran, bazar, atau turnamen.
    6.Yayasan Ada sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan berdasarkan ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah.
          Masing-masing memiliki tujuan spesifik dalam mendirikan dan mengoperasikan sekolahnyayang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan beradab. Yayasan ini memberikan dukungan finansial kepada sekolah dalam berbagai bentuk, sepertibangunan, peralatan, dan sumber daya manusia. Kemungkinan yayasan ini menyimpan dana di bank, yang kemudian diinvestasikan dalam bentuk saham, dan lain-lain. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menyediakan dana pengoperasiansekolah.
    C.Peran Tingkat Ketersediaan Dana Penyelenggaraan Pendidikan
          Tingkat ketersediaan dana penyelenggaraan adalah jumlah dana yang tersediadibandingkan dengan kebutuhan, apakah lebih rendah, sesuai, atau lebih tinggi.Kondisi itu ada pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan pendidikan di sekolah,misalnya di SMP.

  1. Peran Ketersediaan Biaya untuk KetenagaanSistem pembelajaran yang saat ini masih banyak digunakan adalah sistem tatap mukaantara guru dengan siswa. Bila proses belajar seperti ini berarti guru masih menduduki peran yang strategis. Dengan demikian penyediaan dana untuk rekrutmenguru yang berkualitas, kesejahteraan guru, serta pengembangan profesi akan sangatmenentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran. Tentu saja hal tersebut harusdiikuti dengan komitmen pada masing-masing individu. Bila dana untuk pengadaanguru kurang, berarti kebutuhan guru tidak terpenuhi. Begitu pula bila guru ada tetapikualifikasinya tidak terpenuhi atau bahkan terjadi missmatch, maka akan terjadi penurunan kualitas hasil pendidikan. Biaya pengadaan guru sampai kepada penggajian, adalah termasuk biaya investasi, karena tidak hanya berlaku satu tahun,tetapi terus-menerus, sedangkan untuk pengembangan tenaga, masuk dalam biaya operasional. Dengan demikian dana untuk menyangkut kebutuhan tenaga meliputi:

  1. Biaya rekrutmen dan pendidikan latihan,
  2. Gaji upah, termasuk honor kelebihan jam mengajar,
  3. Insentif untuk kesejahteraan, dan
  4. Penyediaan sumber bahan dan alat pembelajaran sesuai bidang studinya

  1. Peran Ketersediaan Dana untuk Pengadaan dan Pemanfaatan Sarana –PrasaranaDana untuk pengadaan sarana dan prasarana terbagi dalam dua jenis biaya, yaitubiaya investasi dan biaya operasional. Yang termasuk biaya investasi adalahpengadaan bangunan (ruang kelas, ruang kantor/TU, ruang kepala sekolah, ruangwakil kepala sekolah, ruang guru, ruang lab, ruang perpustakaan, gudang, kamarkecil, lapangan olahraga, ruang praktik) dan pengadaan sarana (buku, alat peraga, alatpraktik, dan perabot), sedangkan yang termasuk biaya operasional adalah biayaperawatan/pemeliharaan, bahan dan ATK, serta bahan habis pakai. Fungsi daripengadaan sarana-prasarana adalah fungsi penunjang yaitu menunjang proses belajar-mengajar. Bila sarana dan prasarana didayagunakan dengan baik, maka akanmenunjang keberhasilan proses pembelajaran dan selanjutnya akan berpengaruhterhadap mutu hasil pembelajaran. Tetapi sebaliknya bila sarana-prasarana takdimanfaatkan dengan baik maka tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatanmutu pendidikan. Dana yang diperlukan untuk bidang sarana-prasarana antara lain:
    (a) bangunan, perabot, alat peraga, alat praktik, dan buku, dan
    (b) pemeliharaansarana-prasarana, termasuk penggantian alat yang rusak.
    3) Peran Ketersediaan Dana untuk Biaya Operasional Bila sudah tersedia tenaga, sarana, dan prasarana, maka yang menjadi masalah adalahbagaimana kinerja tenaga kependidikan, serta bagaimana sarana dan prasarana dapatdimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan secara optimal sumberdaya pendidikanakan sangat tergantung kinerja tenaga kependidikan dan ketersediaan danaoperasional yang menunjang proses pembelajaran. Sebagai contoh laboratorium IPA akan berpengaruh atas mutu pembelajaran IPA bila guru dan siswa maumemanfaatkan kegiatan laboratorium atau praktikum IPA secara optimal dandidukung oleh ketersediaan bahan habis pakai. Perpustakaan akan bermanfaat sebagaisumber belajar bila di dalamnya tersedia berbagai buku sumber dan buku lain untukmemperluas wawasan dan guru mau memanfaatkan perpustakaan dengan melibatkansiswa. Dana untuk biaya operasional dibutuhkan untuk antara lain untuk menunjang:
    (a) Proses belajar-mengajar,
    (b) Proses penilaian, 
    (c) Pengadaan bahan praktik dan habis pakai,
    (d) Bahan dan ATK,
    (e) pembinaan kesiswaan, dan
    (f) Pelaksanaan supervisi.
                Dengan demikian ketersediaan dana, minimal untuk menunjang keterlaksanaanstandar pelayanan minimal sangat diperlukan, karena penyelenggaraan pendidikantanpa tersedia dana secara memadai akan berpengaruh terhadap mutu hasilpendidikannya. Dalam kaitan dengan ketersediaan dana operasional yang sangatterbatas maka perlu dilakukan prioritas:a.Pengadaan sarana dititikberatkan pada pengadaan sarana yang langsungberpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran, misalnya buku pelajaranyang ditunjang dengan alat peraga dan alat praktik.b.Pembinaan ketenagaan sebaiknya dititikberatkan pada pembinaanprofesi/kompetensi tenaga kependidikan.c.Biaya operasional dititikberatkan pada usaha menunjang proses pembelajaran, yangberpengaruh langsung pada peningkatan mutu pendidikan. Biaya yang diperlukanuntuk proses pembelajaran belum tentu tersedia secara memadai, baik untuk biaya  investasi maupun untuk biaya operasional.
                Namun yang diharapkan adalah biayauntuk pelayanan minimal dapat tersedia secara bertahap, bahkan suatu saat dapat mencapai tingkat ideal.
    BAB III PENUTUP
    A.Kesimpulan
                Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
    1.Standar pembiayaan pendidikan yaitu sebagai berikut :

  1. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biayapenyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modalkerja tetap.
  2. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yangharus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secarateratur dan berkelanjutan.
  3. .Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
                Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,asuransi, dan lain sebagainya
    2.Sumber dana pembiayaan pendidikan yaitu :
    a.Pemerintah Pusat
    b.Pemerintah Daerah
    c.Orang Tua Peserta didik
    d.Kelompok Masyarakate.Yayasan
    3. Peran tingkat ketersediaan dana penyelenggaraan pendidikan
    a. Peran Ketersediaan Biaya untuk Ketenagaan
    b.Peran ketersediaan dana untuk pengadaan dan pemanfaatan sarana –prasarana
    c.Peran ketersediaan dana untuk biaya operasional

    DAFTAR PUSTAKA
    Mutahir.pdfhttp://www.bsnp-indonesia.org/standards-pembiayaan.phphttp://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/
    pokok-pokok-pikiran-dalam-merancang-biaya-satuan pendidikan/http://www.kompas.com/kompas-cetak/0411/24/humaniora/1398167.htmhttp://www.mbs-sd.org/isi.php?id=103http://web.mb.ipb.ac.id/publikasi/view/2/273


















  1. siswa belajar lebih baik dan pada akhirnya prestasi muridnya jauh lebih baik.
    Menurut Nanang Fattah (2006:49) melihat perkembangannya, anggaran memfunyai manfaat yang dapat digolongkan kedalam tiga jenis yaitu:

  1. sebagai alat penaksir,
  2. sebagai alat otorisasi pengeluaran dana, dan
  3. sebagai alat efesiensi.

             Anggaran sebagai alat efesiensi merupakan fungsi yang paling esensial dalam pengendalian. Dari segi pengendalian jumlah anggaran yang didasarkan atas angka-angka yang standar dibandingkan dengan realisasi biaya yang melebihi atau kurang, dapat dianalisis ada tidaknya pemborosan atau penghematan.
    (1). Budget sebagai alat efisien Pendidikan
    Peranan anggaran dalam pengelolaan pembelajaran yang berkaitan dengan layanan belajar dan manajemen sekolah serta manajemen sekolah secara keseluruhan tentu sangatlah penting untuk mencapai tujuan. Anggaran pendidikan merupakan pola organisasi yang dirinci menjadi elemen-elemen dari rencana terpadu ke dalam komponen bagian atau departemen yang memudahkan biaya estimasi.

    Efisiensi pendidikan menggambarkan hubungan antara input dan output atau antara masukan dan keluaran. Suatu sistem yang efisien ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan, efisiensi pendidikan mempunyai kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi.
    (2). Budget dengan Sistem Kombinasi
    Penyusunan anggaran merupakan salah satu langkah positif untuk merealisasikan rencana yang telah ditetapkan. Dalam penyusunan anggaran dapat menggunakan sistem kombinasi yang merupakan sistem yang lebih baik karena sistem penganggaran ini telah melalui proses pemilihan kebutuhan yang menjadi prioritas dengan anggaran yang telah ditentukan berdasarkan perkiraan.
             Metoda penetapan biaya dengan memperkirakan pengeluaran berdasarkan laporan lembaga-lembaga pendidikan, menggunakan SP4 (Sistem perencanaan penyusunan program dan pengajaran).
    Dalam penggunaannya harus memenuhi kriteria yaitu :

    1. Harus ada laporan dari biaya.
    2.Laporan harus dibuat secara uniform, yaitu dengan standar fungsional yang sama.
    3. Laporan harus memperlihatkan keseluruhan biaya operasi lembaga itu.

    Biaya yang harus dikeluarkan dalam penyelenggaraan pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost) perhitungan biaya pendidikan ditentukan oleh kegiatan dan biaya satuan, meliputi gaji guru, sarana prasarana pembelajaran dan dukungan PBM pembiayaan mencakup pengadaan dan pemeliharaan.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar